Rabu, Mei 13, 2009

Penting Gak Penting


Sekitar sebulan yang lalu saya dengan kalap membeli 19 buku bacaan sekaligus dari sebuah jaringan toko buku terkemuka yang sedang meluncurkan program diskon. Tiba di rumah, kakak saya comment dengan bertanya : ”Penting gak siy oom?”.

Simpel memang komentarnya, tapi dalam ternyata maknanya, karena saya baru merasakan efek samping dari perbuatan kilav saya itu sebulan kemudian. Yaitu budget yang ancur-ancuran gara-gara jatah budget bulan current terpaksa terpakai untuk menutupi defisit bulan lalu yang saya gunakan untuk membeli buku-buku tersebut. Kenyataannya sampai saat ini belum ada 25% pun dari 19 buku itu yang telah selesai terbaca, bahkan banyak yang masih rapi terbungkus plastik segel-nya.

Pengalaman ini membuat saya berpikir kembali tentang skala prioritas. Hal yang sudah sejak dari dulu diajarkan oleh ayah saya. First thing first, my son ! Ada beberapa hal di dunia ini yang penting, tetapi lebih banyak lagi hal yang tidak “terlalu” penting.

Merasa penasaran dengan semua hal menurut saya memang penting, maka saya tertarik untuk membeli ke19 buku tersebut (padahal tiga hari sebelumnya saya juga membeli empat buku baru di toko yang sama – Struggling to Surrender, Make Over Your Blog, Kisah Walisongo & Syekh Siti Jenar dan Biang Penasaran), tetapi yang lebih penting adalah menyadari kemampuan intelektualitas pribadi (maksud saya adalah kecepatan daya baca, misalkan 10 halaman per menit), dan kemampuan finansial diri sendiri. Kalau memang buku-buku itu membuat Anda mati penasaran kalau tidak membacanya dalam jangka waktu 1 x 24 jam, maka bisa dianggap penting, tetapi kalau tidak, lupakan saja dulu. Anda bisa membelinya lain kali, atau mungkin suatu saat seseorang akan berbaik hati dengan meminjamkannya secara gratis kepada Anda. Sederhana khan?

Itu hanya contoh kecil saja dari pengalaman saya. Masih banyak lagi hal lain dari kehidupan kita – yang kalau kita mau berhenti sejenak dari rutinitas dan melihat ulang dengan seksama, maka kita akan banyak menemukan pelajaran itu. Kita bisa berpikir ulang sebelum melakukan suatu tindakan. Karena sesal kemudian tiada guna kata pepatah.

Bekerja dengan tekun memang penting, tetapi menjadi terlalu serius tidaklah penting. Berusaha mencari inspirasi dengan merokok mungkin penting, tetapi kalau paru-paru dan kejantanan menjadi taruhan (lihat peringatan pemerintah tentang merokok), maka hal itu menjadi sangat tidak penting. Beranggapan politik itu kejam mungkin penting, tetapi menjadi apolitis adalah tidak penting.

Menjadi fanatik itu penting, tetapi kalau tanpa alasan dan penjelasan yang logis, maka menjadi tidak penting. Selalu mengikuti kegiatan sosial dan arisan mungkin penting, tetapi mengikuti banyak pengajian untuk memperkuat akidah dan keimanan adalah lebih penting. Berharap karyawannya menjadi cerdas dan kreativ jelas pasti penting, tetapi menaikan standar gaji mereka agar terlihat lebih bersemangat dalam bekerja adalah jauh lebih penting, heee....yang terakhir ini bukan curhat yak :”b

Hidup itu harus memiliki tujuan. Kesadaran untuk melihat skala prioritas akan membantu kita melihat lebih jelas lagi apakah hal-hal yang sudah, sedang dan akan kita lakukan itu relevant dengan tujuan akhir kita di dunia? Kalau tidak, bisa kita anggap hal itu tidaklah terlalu penting.

Saya tidak mengatakan bahwa hal-hal kecil itu tidak penting. Karena kita tidak pernah tahu butiran nasi mana yang akan membawa berkah bagi tubuh kita (ini adalah istilah sufi kelas tinggi bro..yang artinya kira-kira jangan terlalu meremehkan hal kecil lah). Tetapi sekali lagi, hal-hal kecil itu bisa menjadi penting dan tidak ”terlalu” penting. Pintar-pintar kita lah menyesuaikan dengan kondisi diri. Siapa sih yang lebih mengenal diri kita sendiri sebaik kita sendiri? Halaah bingung khan? Sama, hee,,,. Ya sud, segini aja dulu yak, dah ngantuk saya, tadaah...(jadi teringat seorang teman yang dah lama tak ada kabarnya, dia sering mengucapkan kata ”tadaah” ini dengan mesra, halaah...penting ya Mas?)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar