Rabu, April 29, 2009

Hikayat The Kambingers - part 1


Al kisah di kantor tempat dimana saya bekerja ada sekumpulan makhluk aneh yang biasa saya sebut “The Kambingers” (sounds cool, brother?). Mereka adalah teman-teman saya (termasuk juga saya sendiri-i am a friend to myself) yang sangat doyan dengan yang apa namanya “ngambing”. Apa itu? ”Ngambing” berasal dari kata dasar kambing yang mendapat awalan ”nge-” jadinya ”NgeKambing”, karena alasan redaksional, maka huruf ”k” nya lebur dan menjadi ”Ngambing”.

”Ngambing” adalah serangkaian aktivitas sosial masyarakat Indonesia yang sudah ada sejak jaman dahulu kala dimana beberapa orang (biasanya laki-laki) berkumpul di satu warung kambing, kemudian mulai memesan sop kaki kambing, sate kambing, gulai kambing atau menu kambing yang lainnya kemudian saling bertukar pikiran dan akhirnya makan kambing bersama (jangan dibalik, nanti menjadi makan bersama kambing). Betapa sebuah kebersamaan yang tiada tara.

Kami, para ”kambingers”, telah menjelajah berbagai wilayah rawan kambing di Jakarta. Dari Tebet sampai BSD, maupun Melawai sampai Pasar Minggu. Di wilayah-wilayah itu terdapat beberapa ”kambing center” yang biasa kami kunjungi untuk melakukan ritual ”ngambing”. Karena ini adalah sebuah aktivitas sosial, ajang berkumpul bersama, tentunya banyak yang biasa kita bahas di pertemuan antar penggemar kambing tersebut. Di antaranya masalah keseharian di kantor, masalah politik, ekonomi, rumah tangga (kayak dah ber-rumah tangga aja Mas..) atau pun sekedar bergosip ria. Banyak hal yang bisa kami dapatkan dari ajang ”obrolan santai” seperti itu, misalnya bisa saling mendukung satu sama lain (the brotherhood of men), update informasi terbaru, dan me-refresh point of view kami dari cerita-cerita pengalaman teman sesama the kambingers. Membuat (otak) kami semakin berisi.

Sekarang tibalah acara puncak dari ritual ”ngambing” ini. Apakah itu? ya makan kambing. Biasanya kami akan memesan sop kaki kambing dengan racikan personal (suka-suka yang mau makan) yang berbeda-beda. Misalkan, teman saya ada yang suka banyak kaki kambing ada yang tidak, ada yang suka otak ada yang suka daging, ada yang suka torpedo ada yang suka jeroan kambing. Bebas saja, toh ini ajang melatih demokrasi juga. Apa yang biasanya kami komentari bersama adalah efek samping setelah makan sop kambing nantinya.

Sebagian besar dari kami percaya bahwa daging kambing-atau bagian dari kambing yang lainnya- akan membawa efek kebangkitan gairah seksual. Entah bagaimana ceritanya, daging kambing dipercaya mempunyai kemampuan aprodisiak ini. Yang jelas anggapan itu sudah lama berkembang di masyarakat.

Tentu saja hal ini sempat membuat sebagian dari the kambingers yang masih perjaka (termasuk saya) merasa khawatir. Khawatir tidak sanggup menahan gejolak. Entah itu karena mitos yang sudah sangat mengakar sehingga mempengaruhi sugesti kami, atau karena hal itu memang benar (tentang efek aprosidiak kambing), tetapi saya pribadi sempat merasakan peningkatan hasrat secara signifikan. Ujung-ujungnya kami harus ”menderita” semalaman karena tidak bisa ”tidur” (adult content sentence).

Tetapi lepas dari itu semua ( bahaya laten aprosidiak kambing), kami tetap mencintai kambing. Bagi kami bukan rasa nikmat daging dan kuahnya yang penting, tetapi rasa kebersamaan yang selalu bisa terjalin di antara sesama. Selama masih ada warung kambing yang berdiri di muka bumi ini, maka kami akan terus menjelajah untuk menemukan tempat-tempat ngambing baru yang bisa dikunjungi. Bagi kawan-kawan yang ingin bergabung, kami selalu membuka diri, with arms wide open. Karena kami bukan organisasi eksklusiv,terbatas atau pun elit. Kami hanya sekumpulan anak manusia yang menyadari betapa pentingnya nilai-nilai keberasamaan dan berusaha menjaganya agar selalu tetap hangat. Seperti semangkuk sup kaki kambing Bang Irwan di Melawai (saya Kamis nanti bisa ngambing gratis ya bang, karena warung kambing abang sudah saya iklankan, hee....). To Be Continued...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar