Suatu ketika saya pernah bilang kepada salah seorang teman bahwa hidup saya mulai membosankan karena tidak pernah menghadapi suatu masalah yang “cukup serius”, dengan cepat dia menimpali bahwa saya tidak seharusnya berkata seperti itu, karena khawatir “dianggap sombong”, lalu pengharapan saya untuk memperoleh masalah yang cukup berat tersebut akan diaminkan oleh malaikat (be carefull with what you wish for kalo kata pepatah). Saya pun segera menarik kata-kata saya dan mohon maaf kepada Tuhan atas kesombongan saya. Padahal maksud saya sebenarnya bukan itu (untuk menjadi sombong).
Saya hanya merasa khawatir kalau-kalau saya mulai kehilangan kepekaan terhadap lingkungan, terhadap orang lain dan terutama terhadap diri saya sendiri. Saya khawatir bahwa saya akan menjadi terlalu egois (saudara saya mulai protes tentang rasa selfish saya yang sudah mulai keluar) dan menjadi tidak peduli lagi dengan perasaan apalagi penderitaan orang lain.
Saya benar-benar bisa merasakan bagaimana rasanya menjadi bahagia ketika hujan reda sehingga dapat pergi ke luar dan bermain istana pasir di pantai (ini hanya istilah, silahkan direnungkan sendiri maknanya).
Akan tetapi bagaimana pun juga perkataan teman saya di atas ada benarnya juga – kita tidak boleh sombong. Paling tidak kalau saat ini saya merasakan ada kemunduran dalam ”perjuangan” saya, itu bisa menjadi satu alasan yang tepat untuk merenungkan ulang tindakan-tindakan saya dan tetap bersyukur atas kenyamanan yang saya nikmati saat ini.
Titip Doa
Seorang teman saya yang lain dan seorang saudara dekat saya saat ini sedang berjuang dengan keras untuk bisa melewati masa kritis dalam hidupnya (dengan tanda petik untuk teman saya dan tidak dengan tanda petik untuk saudara saya). Mereka sedang mendapat cobaan. Kesulitan-kesulitan yang beruntun. Semoga mereka mendapat nilai ujian yang bagus-meski menurut saya nilai tidak penting- dan dapat mengabarkan kepada saya apa kiat-kiat agar bisa lolos ujian. Amiin.. Be strong my brothers! It takes some cold to know the sun!
Kita semua akan dapat menikmati hidup ketika makna perjuangannya (kesulitan-kesulitan yang menyertai) bisa kita resapi dalam-dalam. Saya selalu respect dengan orang yang rela meninggalkan kenyamanan yang dia miliki dan mendedikasikan hidupnya untuk sesuatu yang dianggapnya bermakna. Karena saya sendiri belum bisa seperti itu, meski kadang terlintas di pikiran : bagaimana kalau gaji saya full satu bulan saya serahkan sepenuhnya kepada sebuah yayasan yatim piatu, panti jompo, atau rumah-rumah singgah anak jalanan dan saya hidup selama sebulan itu dengan seadanya saja?
Hmm,,maybe akan menjadi kembali menarik dan berwarna hidup saya. Tetapi ada dua masalah yang mungkin akan menjadi pertimbangan saya ketika akan melakukan hal itu.
Pertama, sepertinya gaji sebulan saya tidak akan banyak memberi keringanan kepada yang menerima (karena telah terpotong banyak cicilan wajibnya), dan yang kedua adalah kata teman saya kita tidak boleh sombong terhadap hidup, hee....bilang aja dikau pelit Mas!
Jemputlah keistimewaanmu dengan menanamkan pada diri, bahwa hanya Allah satu-satunya tempat bersandar
BalasHapus