Rabu, Februari 18, 2009

Memahami Konsep Takdir

Ketika seseorang bertanya kepada Anda : “Apakah kamu percaya takdir?”, ”Sejauh mana kamu percaya takdir?”, ”Apakah pernah menyesali takdir?”, apa jawaban yang mungkin terlintas di pikiran Anda saat itu?

Sebagai orang yang beriman, Anda mungkin akan memberikan jawaban yang positif :”Ya, saya percaya dengan takdir”. Tapi apakah Anda benar-benar mengucapkannya dengan sepenuh hati? Sejauh mana Anda memahami kata-kata “percaya” itu?

Ketika saya menceritakan kegagalan saya dalam suatu hal kepada seseorang, maka dengan ringan dia akan mengatakan, “Itu sudah takdir Mas...”. Tetapi, kenapa jarang orang yang mengaitkan takdir dengan kesuksesan yang diraihnya? Apakah kalau saat ini Rupiah kembali terpuruk terhadap Dollar juga sebuah takdir? Kalau krisis ekonomi kembali mendera perikehidupan bangsa Indonesia dalam waktu dekat juga takdir? Putus cinta dengan calon istri atau suami juga takdir? Anda sedang berjalan terburu-buru kemudian menginjak kulit pisang dan jatuh hingga patah tulang adalah takdir juga?

Pertanyaan tentang takdir banyak dijawab dengan sekenanya, tanpa berpikir panjang, dan tanpa memahami bahwa apa yang diucapkan oleh seseorang mengenai takdir seharusnya diyakini sepenuhnya dan berasal hati yang terdalam.

Untuk meyakini takdir, Anda harus memahami dulu konsepnya. Sejauh mana takdir bisa mempengaruhi jalan hidup kita? Apakah takdir memang benar-benar kejam seperti kata Desi Ratnasari yang kemudian diprotes oleh MUI sehingga dikoreksilah syair lagu nya (dari ”takdir memang kejam tak mengenal perasaan” menjadi ”takdirku yang hilang” , bener gak tuh?). Apakah Anda benar-benar terikat ”kontrak mati” dengan apa yg biasa kita sebut takdir?

Kehidupan adalah murni rantai sebab dan akibat, suatu kejadian akan menyebabkan kejadian lain. Setiap akibat berawal dari suatu sebab dan akibat itu sendiri akan menjadi sebab dari kejadian yang lain. Demikian seterusnya. Anda percaya atau tidak percaya hukum alam akan berlangsung seperti itu. Tidak akan ada wilayah abu-abu.

Tapi siapakah sebenarnya yang menentukan takdir dalam kehidupan Anda?

Apabila takdir kita tuliskan dalam sebuah rumus, maka mungkin akan seperti ini:

F = (O + A) x t ,

dengan keterangan F = Fate (takdir), O = Opinion (pemikiran), A = Action (tindakan), dan t = time (waktu).

Takdir merupakan hasil paduan dari seluruh pemikiran dan tindakan kita dari waktu ke waktu, yang mencapai puncaknya pada detik ini, saat ini, sekarang ini. Sehingga takdir kita yang akan datang ditentukan oleh apa yang telah kita lakukan hingga saat ini, serta tindakan dan pemikiran kita hingga saat yang selanjutnya. Sejauh mana kita akan mengalir di masa depan nanti akan ditentukan oleh hasil dari keputusan kita sekarang dan keseluruhan akibat dari masa lampau.

Dalam bukunya, The Sufi Way to Self-Unfoldment, syekh Fadhala Haeri menggambarkan dengan baik tentang takdir ini. Beliau mencontohkan dengan analogi; misalkan saya sedang berada di sebuah rakit yang mengalir mengikuti arus sungai. Kecepatan gerakan rakit saya ditentukan oleh kecepatan arus sungai tersebut saat itu, katakanlah dua mil per jam. Saya berada di bawah kekuasaan sungai tersebut. Inilah kondisi saya saat ini. Ini adalah hasil dari tindakan masa lalu saya. Jadi, Anda dapat mengatakan bahwa nasib saya sudah ditentukan, bahwa tidak ada yang dapat kita lakukan , dan bahwa manusia tidak berdaya. Namun, kecepatan masa depan rakit saya didasarkan oleh kecepatan sungai saat ini, ditambah kecepatan yang dapat ditambahkan pada situasi itu, seperti dengan memasang motor tempel pada rakit tersebut. Jika saya dapat memasang mesin yang berkecepatan 10 mil per jam pada rakit tersebut,maka kecepatan rakit yang baru akan menjadi 12 mil per jam. Kecepatan yang baru berbeda dari dua mil per jam yang saya jalani ketika saya terapung di masa lalu, menjadi 12 mil per jam karena pemikiran dan tindakan saya untuk memasang motor tempel pada rakit tersebut.

Masa depan berada di tangan kita, dan akan ditentukan oleh tingkat keinginan kita untuk menjauh dari latar belakang atau lingkungan masa lalu kita, atau dari kecepatan yang kita jalani sekarang. Ia bukanlah situasi yang tak berdaya. Itulah konsep takdir.

Jadi, intinya ada pada pemikiran dan sikap kita. Dua orang bisa memiliki sikap yang berbeda terhadap satu hal yang sama. Baik dan buruk, kita sendiri yang menentukan.

Jadi Mas, kalau begitu Mas tidak percaya takdir?

Saya percaya bahwa saya adalah orang yang menentukan takdir saya sendiri.

“Do you believe in fate, Neo?”

“No. Because I don’t like the idea that I’m not in control of my life.”

( The Matrix )

Salam kudalumping !!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar