Beberapa hari yang lalu saya ditanya oleh boss dari boss saya. Kata beliau, ”Bagaimana dengan presentasi yang sudah kamu simak kemarin, bro?”, beliau menanyakan pendapat saya tentang kuliah umum finance beberapa minggu yang lalu. ” Lumayan Pak (kata aman biar dibilang pinter but actually gak mudeng-mudeng amat), rupanya budaya bertanya di sini masih lumayan kurang”, jawab saya. Beliau hanya diam. Padahal saya tahu benar bahwa sebetulnya tujuan pak boss berulang-ulang menawarkan apakah ada pertanyaan dari kami adalah untuk membuka kebuntuan itu. Tetapi kami masih tetap malu-malu(in). Hanya terlahir sedikit pertanyaan pada waktu itu.
Di rumah, saya sedang kewalahan menjawab pertanyaan-pertanyaan dari keponakan saya yang baru akan berumur dua tahun. Bukan karena saya bosan, tetapi hanya ingin memberikan jawaban yang terbaik. Berbohong, meskipun itu kepada anak kecil, adalah perbuatan yang kurang terhormat menurut saya. Apa saja dia tanyakan. ” Oom, apa ini?”, ”Oom, apa itu?”, berulang-ulang untuk satu deretan buku di rak buku saya, yang notabene semuanya adalah buku buku juga, tetapi bagi anak kecil itu adalah lebih dari satu jenis benda. Andai saja kita bisa menanyakan apa saja seperti dia. Tanpa malu dianggap bodoh. What a Life !!
Terkadang, kebuntuan yang ada di dalam kehidupan kita sehari-hari bisa saja dipecahkan hanya dengan menanyakannya. Just ask your questions. Tanyakan saja lah. Tetapi, rupanya budaya malu dan malas bertanya itu sudah mengakar kuat di otak kita sehingga sebagian besar dari kita mending memilih diam, daripada mengajukan pertanyaan hanya karena takut dibilang bodoh. Padahal kata pepatah, orang yang bertanya akan terlihat bodoh untuk jangka waktu lima menit saja, tetapi orang yang tidak pernah bertanya akan terlihat bodoh seumur hidupnya.
Memang, tidak sembarang pertanyaan akan selalu bisa kita ajukan ke setiap orang di segala suasana. Pertanyaan yang bermutu tentunya akan lebih menyenangkan untuk dijawab. Contoh sederhana: pertanyaan yang ”mentah” justru akan memperlihatkan kelemahan si penanya di hadapan khalayak ramai, pertanyaan dalam acara penting seperti debat calon presiden, atau pertanyaan dalam rapat dengar pendapat antara pemerintah dengan DPR , atau pertanyaan dalam wawancara dengan tokoh internasional misalnya. Pertanyaan yang diajukan memang harus benar-benar ”dipikirkan”. Tetapi selebihnya, kita bisa menanyakan apa saja. Misalkan dalam rangka mencairkan suasana tegang dan kaku, kita bisa menanyakan cuaca, makanan, hobi, berita, dan mungkin gosip kepada orang asing yang duduk di sebelah kita dalam perjalanan pulang dari kantor misalnya.
Banyak pertanyaan yang ternyata menjadi tonggak peubahan peradaban yang lebih maju. Dahulu, mungkin pertanyaan-pertanyaan ini selalu ditanyakan atau malah menjadi dongeng pengantar tidur nenek moyang kita: apakah manusia bisa terbang? ada apa di ujung horison sana? kenapa ada siang dan malam? apakah malam hari bisa terang seperti siang? apakah suatu penyakit bisa disembuhkan, dll. Yang ternyata, pertanyaan tersebut telah menuntun manusia ke arah penemuan beribu-ribu objek yang sangat bermanfaat di kemudian hari.
Tetapi, entah bagaimana tiba-tiba ”curious mind” yang kita miliki pada waktu kita masih kecil-seperti keponakan saya sekarang-bisa hilang begitu saja ketika kita sudah dewasa. Sepertinya ada yang salah dengan sistem pendidikan kita, dimana mungkin guru akan menjawab pertanyaan sekena-nya kepada siswa sehingga siswa jadi malas bertanya, atau siswa yang gemar bertanya akan dicap bodoh, atau kita memang hanya berorientasi pada hasil bukan proses? (seperti tujuan diadakannya standar UAN?). Who knows.....
Yang jelas, jangan pernah merasa segan untuk bertanya tentang berbagai hal yang Anda ingin tahu jawabannya. Biarlah orang bilang kita bodoh, tetapi jiwa terpuaskan dengan mengetahui jawabannya dan kita menjadi orang yang setingkat lebih tahu daripada orang yang tidak pernah bertanya. Tak ada ruginya toh?
Tanyakan apa saja. Tanyakan kenapa sekolah mahal? Tanyakan kenapa sembako murah susah didapatkan? Tanyakan kenapa negara kita banyak hutang? Tanyakan kenapa tidak ada negarawan yang layak menjadi panutan? Tanyakan kenapa angka kejahatan meningkat? Tanyakan kenapa Rupiah tidak bisa menguat? Tanyakan kenapa Jakarta tambah macet, sering banjir dan tambah polusi? Tanyakan kenapa pekerjaan susah diperoleh di desa-desa? Tanyakan kenapa mahasiswa masih suka tawuran? Tanyakan kenapa TKW sering disiksa majikan di negeri seberang?
Dan tanyakan perasaan orang lain terhadap Anda apabila memang ingin mengetahuinya. Perkara jawabannya nanti tidak seperti yang diharapkan, itu adalah resiko bawaan, yang tidak bisa dipisahkan dari aksi pengajuan pertanyaan. Just take the pills. Salut buat seorang teman yang sudah menanyakan hal ini ke saya. Altough i gave you a No, but it doesn’t mean that i hate you. Its just a matter of time. Someday, somehow, and somewhere else. Who knows? Siapa siy Mas yang dimaksud….? ada deeh..mau tauuu aja, heee :D
Gimana caranya ya..abis kalo ketauan ng tau..ntar dijelasin lagi eh gw ng ngerti juga piyeee....kan bete yang kasih tau
BalasHapusyah sabar sabarnya yg kasi jawaban aja Deb, and pengertian jg yg nanya, kalo gak mudeng jg bearti ada yg salah dengan dirinya, hee....
BalasHapus