Senin, November 30, 2009

Sister's Wedding Day


Kemarin, hari Ahad tanggal 29 November 2009 adalah hari yang bersejarah dan membahagiakan bagi keluarga kami. Hari itu adalah hari pernikahan adik saya tercinta, my beloved sister's wedding day.

Segala persiapan yang telah dia lakukan independently (salute for this matter,sis!) telah membawa hasil yang sangat memuaskan, paling tidak kami sekeluarga merasakan hal itu :) Persiapan yang dilakukan dengan cool, tidak grusa grusu ternyata bisa juga membawa hasil yg maksimal (pelajaran berharga : gak ada gunanya menjadi panik karena tenggat waktu yang terbatas ).

Hampir semua kepentingan bisa terakomodir dengan baik, semoga memang semua pihak telah merasakan hal ini (kecuali yang tidak, hmmm...that was their own choice). Perasaan lega yang luar binasa benar-benar telah membuat saya merasa bahagia, maybe beberapa teman saya akan mempertanyakan hal ini dengan alasan :
Pertama, saya adalah kakaknya. dilangkahi? bahkan itu tidak terpikir sama sekali, karena memang bukan masalah yang serius bagi saya (meski kalau saya seorang cewe sekalipun), that the answer for first question.
Ke dua, perasaan khawatir yang berlebihan bahwa saya bakalan kehilangan adik saya satu-satunya. Tadinya agak seperti itu, but setelah dipikir dengan level kedewasaan yang cukup, saya jadi sadar, bukannya kehilangan, malahan adik saya bertambah menjadi dua orang sekarang :) That my second answer.

Dengan perasaan lega tersebut tinggal saya yang mulai berniat menata diri untuk menyusul adik ke bahtera rumah tangga (sepertinya lebih menyenangkan daripada Noah Ark). Secara beberapa pertanyaan yang kemarin saya hadapi dari para tamu yang datang adalah :"Nah, kalau kakak nya? kapan?". "Khan sudah budhe...niatnya paling gak sudah dari tahun lalu, but kesandung masalah pelik tersebut, pura-pura lupa nieh..?" (curcol mode on). Langkah apa yang akan mas lakukan then?
Pertama, berdoa. Kedua, berusaha. dah beres.

Yap, pada intinya saya sungguh bersyukur kepada Allah dan berterimakasih kepada semua pihak yang sudah mendukung kelancaran acara pernikahan adik saya ini. Marliana Widianingrum. God Bless You All :)

Terimakasih.

regards//why




Sabtu, November 28, 2009

Yakin? Bisa Sampai Tahun Depan?


Ini adalah tulisan yang saya buat pas hari raya iedul qurban kemarin di virtual notes saya, posting aah...

Hari ini adalah hari raya iedul qurban, tetapi seperti biasanya, saya telat menyadari bahwa saya tidak bisa ikut berkurban. Alasannya klasik, tidak punya alokasi dana bulan ini untuk membeli hewan kurban. Alasan yang sama yang mungkin dilontarkan oleh ribuan, bahkan jutaan wajib kurban lainnya di Indonesia. Benar-benar klasik.

In another side, kita dengan mudahnya akan mengalokasikan dana cair dari kantong yang sama untuk kepentingan duniawi kita seperti, dana untuk hiburan, update gadget terbaru, ganti handphone, ganti kendaraan dsb.

Gak tau ada ketidakberesan di bagian mana sehingga ada salah kaprah (kesalahan yg sudah dianggap wajar) seperti ini dalam pola belanja masyarakat kita. Sedikit saja untuk ibadah, sedangkan tanpa batas untuk hasrat personal.

Kita tidak akan pernah tau apa yang akan menimpa kita esok hari, seminggu kemudian, atau tahun depan. Keengganan kita untuk menyegerakan ibadah dan menunda hasrat duniawi nampaknya sudah menjadi trademark hidup di masa kini. Seolah-olah kita masih memiliki jatah waktu, kesempatan dikemudian hari yang akan diberikan olehNya, sehingga kalau disuruh ibadah kita cenderung berpikir "nanti saja". Mau kurban, nanti saja kalau longgar dana. Mau sholat, nanti saja kalau dah gak sibuk. Mau haji, nanti saja kalau dah tua. Padahal khan who knows? Siapa yang tahu akan jatah umur masing-masing orang? No one knows!!

Yah itulah kita.
Selalu tidak bisa belajar.
Tau ah, yang jelas tahun depan saya akan kurban sapi, kalao sudah mampu dan ikhlas (tetep bikin alasan..)
Tapi, mari tetap kita aminkan saja.
Amiiin......

Revolution Is Now !!


"Im gonna start a revolution from my bed....", kata Noel/Liam Gallagher dalam lagu Dont Look Back In Anger. Lirik lagu itu sudah menjadi lirik favorit saya sejak jaman muda dulu (kuliah-red), sampai-sampai saya tulis di dinding kamar kost saya, niatnya biar cepet lulus gitu. Kurangi tidur banyak belajar, hapus kemalasan!! tetapi tetap empat tahun lebih juga lulusnya :) But that's helpfull.

Sampai sekarang tetap terngiang kalimat itu, tetapi gaungnya sudah lumayan hilang. Lost! I've lost my spirit. This is why i need to take a deep thoughfull times somewhere to recollect and relight my fire again.

Seorang manusia seharusnya dengan semakin bertambahnya usia maka semakin bertambah dewasa juga cara berpikirnya, cara dia bangkit dari kekalahan, memperbaiki kesalahan dan menjadi semangat lagi. But some people don't do that, mereka terhanyut dalam suasana hatinya. Bukannya menjadi bagian dari solusi malahan menjadi bagian dari masalah dia sendiri. Kekhawatiran seperti itu sekarang menjadi bagian dari pemikiran saya. Jangan-jangan, saya memang sudah kehilangan api itu, padam selamanya.

Tetapi sepertinya nyala terang itu mulai kembali saya temukan firespotnya beberapa waktu yang lalu, tidak tau kapan tepatnya, tetapi saya merasakan bahwa kehadiran orang lain dalam kehidupan pribadi saya memang saya butuhkan. Bukan hanya sebagai teman bicara dalam segala suasana (mirip tagline iklan permen :), tetapi memang sebagai salah satu titik api yang harus saya kumpulkan kembali. Saya akan mulai membuka lebar pintu special relationship itu kembali, karena memang basicaly kita juga makhluk sosial toh?

Semoga dari situ saya bisa kembali menemukan titik-titik api lain dalam kehidupan saya dan kembali bisa menyatukannya untuk menjadi sebuah nyala api yang sangat membakar, tidak hanya diri sendiri, tetapi saya berharap bisa membakar juga orang lain. Karena bangsa ini sedang benar-benar membutuhkan api biru yang tidak mudah padam tertiup angin, tidak surut karena terguyur hujan, dan abadi.

Saya yakin hal itu bisa saya capai asalkan saya tetap konsisten dengan prinsip hidup, bahwa setiap hari adalah sangat berarti, jangan sampai melewatkan suatu kesempatan baik hanya karena kita terlalu melihat pada masa lalu. Everyday is a new life!! Jangan pernah disia-siakan !!
Setiap kita terbangun di pagi hari adalah sebuah awal revolusi !! Revolusi dalam hidup kita yang nantinya akan dipertanggungjwabkan di hadapan Sang Pemilik Waktu. Love your life, love your days, take a deep breath and enjoy the show.

Relight Your Fire ( Just find the lighter and burn yourself forever ) !!
Saatnya untuk berubah, kapanpun kita terpuruk just temukan kembali kekuatan untuk bangkit dari lingkungan sekitar kita. Open your mind for a differrent view.

Don't look back in anger..." let it go, don't let the anger taint the person you've become just because of the past. Be yourself no matter what they say (mencoba berdamai dengan diri sendiri Mas? hee...)

Merdeka !!

Minggu, September 13, 2009

Kejujuran Dalam Pencarian



Akhiiirnyaaa.....
Saya bisa nge-blog lagi..

Setelah sebulan lebih off (karena beberapa penyebab), dan akhirnya melewatkan beberapa peristiwa penting sepanjang bulan Agustus dan awal September seperti penggerebekan "teroris" di Temanggung, mulainya bulan puasa, beberapa peristiwa politik dan ekonomi di tanah air, dan gempa bumi 7.3SR yang mengguncang tanah Jawa 2 September kemarin, ada juga beberapa peristiwa yang menyangkut secara personal yang luput dari reportase blog.

Fiuuuh...
But its not a big problem i think, as long as i still could remember them with all the moral story inside out.

Back to the post, feel enlightened.
Merasa banyak sekali yang harus saya tulis, i didn't hope people would take a respect at my post but it happened. Merasa senang saja. Maka, akan lebih banyak saya tulis postingan yang semoga akan bermanfaat bagi orang lain, lebih-lebih bagi diri saya sendiri dalam rangka getting a new perspective dalam menghadapi setiap masalah dalam kehidupan ini. Masalah-masalah baru yang tidak bisa kita selesaikan dengan cara-cara lama.

Selalu Mencari
Ada beberapa hal yang cukup mengganggu pikiran saya selama bulan Ramadhan ini, yaitu: pertama, mulai meyakini bahwa kehidupan ini benar-benar cuma sekejap mata saja dan yang kedua adalah apakah saya sudah melihat diri sendiri dalam penilaian yang jujur?

Kegalauan pikiran saya yang pertama berasal dari peristiwa gempa bumi kemarin yang saya rasakan pas berada di lantai 17, kalau misal Tuhan menakdirkan saya mati saat itu apa jadinya? selama 26 tahun kehidupan saya (dikurangi 15 tahun masa bebas tanggungjawab), apa saja yang sudah saya lakukan? kalau bukan karena rahmat Tuhan, pasti neraka jawabnya.

Penyebab lain dari keyakinan bahwa hidup ini memang sekejap saja adalah proses pembelajaran saya atas ayat-ayat Tuhan dimana saya meyakini 100% kebenarannya, yang secara langsung telah menohok dada saya, mempertanyakan : apa saja yang sudah kamu lakukan untuk orang lain di kehidupanmu yang pendek ini, berapa bekal yang sudah kamu dapatkan untuk perjalanan panjang nanti dan beberapa ayat-ayat ilmiah yang menyatakan bahwa perhitungan masa/waktu di bumi adalah berbanding jauh dengan masa/waktu yang dimiliki Tuhan.

Oleh karena itu yang akan saya lakukan saat ini adalah lebih jauh lagi dalam mencari, lebih serius lagi, lebih intens lagi dalam mengumpulkan bekal untuk hari keabadian kelak. Saya berharap jalan ilmu, jalan hikmah akan lebih terbuka bagi saya sehingga lebih lapang dada ini dalam menerima cahaya kebenaran. Amiin...

Kejujuran
Ketika salah seorang teman menanyakan kepada saya apa yang sebenarnya kamu cari, Mas? kemudian dia berkata saya adalah seorang yang labil, saya mulai menyadari bahwa sampai saat ini saya masih belum bisa jujur terhadap diri sendiri (bahkan untuk pertanyaan basic seperti itu saya masih ragu akan jawabannya apa?). Dan saya juga menyadari bahwa selama ini saya telah menilai diri saya dengan penilaian yang "terlalu tinggi". Over self esteem? kegalauan saya nomor dua.

Saya jadi ingin jujur bahwa saya pun masih bingung sebetulnya, atau tepatnya saya takut untuk menerima kejujuran diri sendiri. Entah karena apa.

Semoga setelah melalui banyak penempaan di bulan suci ini pada akhirnya saya bisa jujur, menilai diri sendiri dengan apa adanya dan bisa mendengarkan kata hati yang paling halus sekalipun. Semoga saya akan bisa meraih kemenangan itu. Karena kata salah satu iklan rokok, "Kemerdekaan Sejati Adalah Keberanian Untuk Mengikuti Kata Hati", yang artinya semoga bukan anjuran untuk mengikuti kata hati "apabila pengen merokok, merokok sajalah", peduli amat dengan label haram MUI, hee...

Selamat Menunaikan Ibadah Puasa 1430H.
Semoga kita semua bisa memetik hikmah dari setiap peristiwa dengan jujur.

Jumat, Juli 31, 2009

Big City and The Money


This is a question that I wanna ask to everyone in this town, “People, didn’t you ever feel so tired of hanging around? Try to get some money, night and day, then you used it for nothing? Just disappear like dust in the wind? Fuuuh, I feel so tired, so tired….then what im looking for actually?

Now im wondering how’s life if we just don’t need some money to make us live?

Or at least we just need a proper size of money, we collect ‘em just for a day in a couple hours, then spent it for the rest of our day? Oh God, we might be have more times to think again about our (human) purpose of life. We don’t need to feel affraid of lack of money. Because we just need it for buying some food to eat. Then we could sleep all night after take a walk to our neighborhood to listen to their story of the day…ooh, what a life it would be!!

I love my childhood life when everything was not measured by money.

I lived in a peacefull-spontaneously-life of harmony like im hearing a cozy sound of ,music in my ears then it plays immortally. Where ever I’d go, I’d no worries at all. It just because I’d never had some money in my pocket.

But how it would gonna be if we don’t have any money at this adollescence life?

Especially in this big city life? I could imagine a hard life there would be. So, where’s the problem actually lays on? the big city or the money?

Oh God please help me, I’m so affaraid of being trapped in this fake plastic life.

Please show me the lights !! Amiin..

Minggu, Juli 12, 2009

National Election Day


As we knew, 8 Juli 2009 beberapa hari yang lalu telah menjadi salah satu hari bersejarah bagi bangsa Indonesia. Karena paling tidak, arah perjalanan negara kita tercinta akan ditentukan melalui pemilihan pemimpin negara untuk masa jabatan lima tahun mendatang.

Lepas dari segala kekurangan yang ada, kita bisa mengatakan bahwa hajatan nasional kali ini bisa dikatakan sukses. Tidak ada ketegangan dan keresahan sosial dalam masyarakat yang diberitakan telah terjadi.

Berkat teknologi informasi yang sedemikian maju, hanya dalam hitungan jam saja perkiraan hasil pilpres 2009 ini sudah bisa ”diketahui”. Dan, akan lebih simpel karena hampir bisa dipastikan pilpres hanya akan berlangsung satu putaran saja (yah..ngga ada hari libur lagi donks...?). Melalui hasil perhitungan metode quick count, salah satu pasangan kandidat presiden dan wakil presiden sudah memenuhi syarat kemenangan satu putaran, yaitu memperoleh sedikitnya 50 persen plus 1 suara dan menguasai 20 persen dari minimal 17 propinsi.

Anggaplah bahwa hasil akhir yang akan diumumkan secara resmi oleh KPU sudah bisa kita tebak dengan tepat, lalu apa yang saat ini paling kita butuhkan?

Menurut saya, hal yang paling urgent adalah sebuah rekonsiliasi nasional, dimana semua pihak yang saling bersaing dalam rangkaian pesta demokrasi kemarin bisa saling menghormati satu sama lain, yang menang akan merasa bahwa ini adalah kemenangan seluruh bangsa Indonesia, bukan melulu kemenangan partainya, atau bahkan capres dan cawapresnya, dan bagi pihak yang kalah bersaing akan dengan mudah mengakui kekalahannya dan mendukung kemenangan pesaingnya dengan lapang dada.

Yap, kebesaran jiwa untuk menerima kemenangan dari lawan kita adalah sebuah hal yang tidak mudah. Bagaimanapun sebuah kekalahan akan sulit untuk dilupakan. Tetapi tidak untuk orang yang berjiwa ksatria.

Salut untuk salah seorang capres yang ”kalah” yang telah dengan legowo menerima ”kekalahannya” dan mengucapkan selamat kepada sang incumbent yang menang. What an honourable soul to have!

Tidak hanya dalam skala kehidupan yang makro seperti persaingan politik, atau hal publik lainnya yang bisa kita amati sehari-hari. Kebesaran jiwa dari setiap insan untuk mengakui kekalahan saya pikir adalah salah satu sifat mulia yang harus kita miliki dalam kehidupan sehari-hari. Tidak perlu ada dendam yang tidak akan menghasilkan apa pun.

Tidak semua yang kita inginkan bisa kita dapatkan.

Terkadang persaingan memang dibutuhkan untuk menciptakan sebuah hasil yang terbaik, dalam rangka memperoleh yang terbaik di antara pilihan yang tersedia. Jika sebuah persaingan telah berakhir dan muncul ke permukaan siapa yang menjadi pemenang, maka harus kita akui dengan jantan. Karena kita pun sebenarnya telah ”berjasa” dalam menentukan pemenang dengan mengikuti persaingan tersebut. Silahkan dibayangkan apabila tidak pernah ada persaingan yang terbukti akan menghasilkan yang terbaik di antara pilihan yang ada? Pastinya kehidupan akan menjadi tidak menarik, dan orang-orang tidak akan pernah mendapatkan yang terbaik yang sebenarnya layak untuk mereka dapatkan. Persaingan telah terbukti melahirkan inovasi-inovasi baru dalam dunia bisnis dan teknologi dimana ujung-ujungnya pasti akan menguntungkan banyak pihak juga. Makes life come easier.

Intinya, menang atau kalah pun Anda tetap menjadi pemenang, dengan memutuskan untuk berani ambil bagian dalam persaingan (yang sehat). Agama pun berwasiat agar kita selalu berlomba dalam hal kebaikan, bukan? Karena alam pun bekerja dengan sistem yang sama : survival of the fittest. Jadi, mari kita tetap bersaing dengan sehat demi kemajuan bangsa dan negara kita tercinta, Indonesia!! Jangan pernah biarkan bangsa ini ditindas oleh bangsa lain hanya karena kita tidak memiliki daya saing. It would never be happened selama kita, generasi muda Indonesia terus berusaha, sekuat tenaga untuk terus berpikir progressif dan jernih. Jauhi dendam, bersihkan hati dan pikiran, dan optimalkan daya saing. Itu semua demi kemandirian dan harga diri bangsa!! Dan semoga Pemilu kemarin adalah langkah awal untuk menuju ke arah kejayaan bangsa Indonesia. Amiin.... Merdeka !!

Selasa, Juni 30, 2009

So Little Time So Much To Ask


Beberapa hari yang lalu saya ditanya oleh boss dari boss saya. Kata beliau, ”Bagaimana dengan presentasi yang sudah kamu simak kemarin, bro?”, beliau menanyakan pendapat saya tentang kuliah umum finance beberapa minggu yang lalu. ” Lumayan Pak (kata aman biar dibilang pinter but actually gak mudeng-mudeng amat), rupanya budaya bertanya di sini masih lumayan kurang”, jawab saya. Beliau hanya diam. Padahal saya tahu benar bahwa sebetulnya tujuan pak boss berulang-ulang menawarkan apakah ada pertanyaan dari kami adalah untuk membuka kebuntuan itu. Tetapi kami masih tetap malu-malu(in). Hanya terlahir sedikit pertanyaan pada waktu itu.

Di rumah, saya sedang kewalahan menjawab pertanyaan-pertanyaan dari keponakan saya yang baru akan berumur dua tahun. Bukan karena saya bosan, tetapi hanya ingin memberikan jawaban yang terbaik. Berbohong, meskipun itu kepada anak kecil, adalah perbuatan yang kurang terhormat menurut saya. Apa saja dia tanyakan. ” Oom, apa ini?”, ”Oom, apa itu?”, berulang-ulang untuk satu deretan buku di rak buku saya, yang notabene semuanya adalah buku buku juga, tetapi bagi anak kecil itu adalah lebih dari satu jenis benda. Andai saja kita bisa menanyakan apa saja seperti dia. Tanpa malu dianggap bodoh. What a Life !!

Terkadang, kebuntuan yang ada di dalam kehidupan kita sehari-hari bisa saja dipecahkan hanya dengan menanyakannya. Just ask your questions. Tanyakan saja lah. Tetapi, rupanya budaya malu dan malas bertanya itu sudah mengakar kuat di otak kita sehingga sebagian besar dari kita mending memilih diam, daripada mengajukan pertanyaan hanya karena takut dibilang bodoh. Padahal kata pepatah, orang yang bertanya akan terlihat bodoh untuk jangka waktu lima menit saja, tetapi orang yang tidak pernah bertanya akan terlihat bodoh seumur hidupnya.

Memang, tidak sembarang pertanyaan akan selalu bisa kita ajukan ke setiap orang di segala suasana. Pertanyaan yang bermutu tentunya akan lebih menyenangkan untuk dijawab. Contoh sederhana: pertanyaan yang ”mentah” justru akan memperlihatkan kelemahan si penanya di hadapan khalayak ramai, pertanyaan dalam acara penting seperti debat calon presiden, atau pertanyaan dalam rapat dengar pendapat antara pemerintah dengan DPR , atau pertanyaan dalam wawancara dengan tokoh internasional misalnya. Pertanyaan yang diajukan memang harus benar-benar ”dipikirkan”. Tetapi selebihnya, kita bisa menanyakan apa saja. Misalkan dalam rangka mencairkan suasana tegang dan kaku, kita bisa menanyakan cuaca, makanan, hobi, berita, dan mungkin gosip kepada orang asing yang duduk di sebelah kita dalam perjalanan pulang dari kantor misalnya.

Banyak pertanyaan yang ternyata menjadi tonggak peubahan peradaban yang lebih maju. Dahulu, mungkin pertanyaan-pertanyaan ini selalu ditanyakan atau malah menjadi dongeng pengantar tidur nenek moyang kita: apakah manusia bisa terbang? ada apa di ujung horison sana? kenapa ada siang dan malam? apakah malam hari bisa terang seperti siang? apakah suatu penyakit bisa disembuhkan, dll. Yang ternyata, pertanyaan tersebut telah menuntun manusia ke arah penemuan beribu-ribu objek yang sangat bermanfaat di kemudian hari.

Tetapi, entah bagaimana tiba-tiba ”curious mind” yang kita miliki pada waktu kita masih kecil-seperti keponakan saya sekarang-bisa hilang begitu saja ketika kita sudah dewasa. Sepertinya ada yang salah dengan sistem pendidikan kita, dimana mungkin guru akan menjawab pertanyaan sekena-nya kepada siswa sehingga siswa jadi malas bertanya, atau siswa yang gemar bertanya akan dicap bodoh, atau kita memang hanya berorientasi pada hasil bukan proses? (seperti tujuan diadakannya standar UAN?). Who knows.....

Yang jelas, jangan pernah merasa segan untuk bertanya tentang berbagai hal yang Anda ingin tahu jawabannya. Biarlah orang bilang kita bodoh, tetapi jiwa terpuaskan dengan mengetahui jawabannya dan kita menjadi orang yang setingkat lebih tahu daripada orang yang tidak pernah bertanya. Tak ada ruginya toh?

Tanyakan apa saja. Tanyakan kenapa sekolah mahal? Tanyakan kenapa sembako murah susah didapatkan? Tanyakan kenapa negara kita banyak hutang? Tanyakan kenapa tidak ada negarawan yang layak menjadi panutan? Tanyakan kenapa angka kejahatan meningkat? Tanyakan kenapa Rupiah tidak bisa menguat? Tanyakan kenapa Jakarta tambah macet, sering banjir dan tambah polusi? Tanyakan kenapa pekerjaan susah diperoleh di desa-desa? Tanyakan kenapa mahasiswa masih suka tawuran? Tanyakan kenapa TKW sering disiksa majikan di negeri seberang?

Dan tanyakan perasaan orang lain terhadap Anda apabila memang ingin mengetahuinya. Perkara jawabannya nanti tidak seperti yang diharapkan, itu adalah resiko bawaan, yang tidak bisa dipisahkan dari aksi pengajuan pertanyaan. Just take the pills. Salut buat seorang teman yang sudah menanyakan hal ini ke saya. Altough i gave you a No, but it doesn’t mean that i hate you. Its just a matter of time. Someday, somehow, and somewhere else. Who knows? Siapa siy Mas yang dimaksud….? ada deeh..mau tauuu aja, heee :D

Senin, Juni 15, 2009

Selera Tidak (Bisa) Dipaksakan?


Salah satu tema obrolan antar teman minggu-minggu ini yang cukup seru adalah masalah film. Sampai-sampai kita saling beradu argumen bahwa salah satu film tertentu itu bagus atau tidak bagus. Sebagai seorang yang fair dan untuk menghindari pertumpahan darah, maka pada saat itu saya hanya bisa mengatakan bahwa selera itu tidak bisa dipaksakan.

Film, musik, jenis makanan, minuman, baju, potongan rambut, aksesori, kendaraan, lawan jenis, bahkan political view, setiap orang memiliki seleranya masing-masing. Apa yang kita anggap bagus, belum tentu orang lain akan memiliki anggapan yang sama.

Sebagai contoh, beberapa teman saya, terutama perempuan bilang bahwa film Ps. I Love You itu bagus banget, tetapi menurut saya, biasa saja. Kenapa? Karena kesan yang saya tangkap dari film itu adalah bahwa kesedihan seseorang itu paling lama akan berlangsung selama satu tahun. Itu saja. Entah saya yang salah tangkap atau memang benar, tetapi tema seperti itu tidak cukup bermanfaat. Yang saya lihat bagus malahan dari sisi sinematografinya yg cukup colorfull.

Sutradara-sutradara terbaik peraih Oscar semacam Woody Alen, Clint Eastwood, Peter Jackson, Ang Lee, Oliver Stone, Martin Scorsese, sampai dengan Steven Spielberg pun belum tentu bisa menghasilkan film yang dianggap bagus oleh semua orang. Entah mereka yang kurang hebat atau orang-orang yang salah menilai, tetapi setiap orang bebas memiliki sudut pandangnya masing-masing. Its not a crime. Karena selera adalah personal right pikir saya.

Tetapi apakah benar bahwa selera memiliki ultimate freedom untuk menilai sesuatu? Saya pikir standar tetap ada untuk hal ini. Jadi kalau Anda memiliki selera yang berada di bawah standar, mungkin sudah saatnya Anda atau saya mereview sudut pandang kita masing-masing. Meskipun akhirnya kita tetap tidak bisa memaksakan selera pribadi kepada orang lain. Adalah sebuah kemerdekaan hakiki bagi orang-orang untuk tetap memilih kesukaannya masing-masing.

Di sisi lain, dari mana standar muncul? Untuk hal-hal semacam itu (yang menjadi ikon bisnis modern life), standar bisa muncul dari rating. Untuk film misalnya dari lembaga perating tertentu, musik pun ada, aktor, penyanyi dsb ada yang meratingnya berdasarkan perhitungan tertentu.

Apa yang diukur dan kredibilitas lembaga perating itu lah yang penting untuk kita pertanyakan. Apabila media masa yang meratingnya, saya bisa mengatakan mereka cukup kredibel dan independen, tetapi kalau untuk lembaga-lembaga perating khusus akan bisa tersenggol oleh kepentingan bisnis pihak-pihak tertentu demi kenaikan rating. Sinetron misalkan. Mana ada sintron masa kini yang bagus? Tetapi tetap dirating bagus, dibandingkan acara-acara televisi yang lain. Sungguh suatu pembodohan publik yang keterlaluan.

Apa yang saya khawatirkan adalah bahwa nanti bisa saja terjadi peubahan persuasi di mata publik bahwa suatu produk yang sebetulnya tidak bagus sama sekali menjadi ”benar-benar bagus” karena penggelontoran informasi searah yang bertubi-tubi dari media massa yang tanpa ampun telah meracuni pikiran setiap orang. Seperti sinetron-sinetron itu, atau musik-musik lokal masa kini mungkin.

Dikhawatirkan, kualitas produk-produk tertentu akan menurun (bukannya membaik), tetapi kita masih menganggapnya layak pakai. Suatu ironi yang harus kita telan mentah-mentah nantinya.

Oleh karena itu, sudah sejak beberapa tahun ini saya mencoba untuk melebarkan sudut pandang sendiri, sehingga harapan saya, meski pun selera saya pas-pas an tetapi paling tidak jangan sampai dibodohi oleh kapitalis modern yang sudah merajai seluruh kanal informasi yang ada.

Misalnya: empat tahun yang lalu mungkin saya benar-banar anti boyband, lagu-lagu pop dan jenis musik sejenis lainnya, pokoknya hanya mendengarkan musik rock saja. Tetapi perlahan-lahan saya paksakan untuk mendengarkan perbedaan di telinga saya dan hasilnya positif. Saya jadi tahu bahwa Justin Timberlake, Boys2Men, Alicia Keys, Gnarl Barkley, Eminem dan Rhoma Irama memiliki lagu-lagu yang bagus. Yang bisa menjadi alternatif baru dalam mencari inspirasi. Tidak hanya bertemakan perlawanan saja.

Jadi intinya, meskipun selera memang sama sekali hak asasi setiap orang, dan tidak bisa dipaksakan juga, tetapi kita masih bisa mencoba untuk lebih terbuka terhadap hal-hal baru sehingga tidak hanya itu itu melulu dan menjadi bosan sendiri. Tetap tidak ada salahnya mencoba membaca koran baru, buku-buku bacaan baru, makan di restoran baru, mendengarkan musik baru, mencoba olahraga jenis baru, menjalin pertemanan baru, menonton film genre yang berbeda dan sebagainya.

Sebenaranya yang saya pikirkan hanya satu, kalau suatu ketika Anda berada pada posisi harus menyamakan selera dengan orang yang Anda hormati, penting bagi Anda, atau dicintai Anda, maka Anda tidak perlu berpura-pura. Karena in fact, Anda memang memiliki beberapa selera yang berbeda. Ngga ada salahnya :’) Terimakasih.




Sabtu, Juni 13, 2009

Maklumat no.5

Salam blogger!
Maap untuk sementara postingan prei dulu. Bukanny mentok,tp bnyk bgt yg mau saya tulis. Jd bingung sendiri,hee...besok InsyaAlloh dah update.

Thanks all,atas perhatiannya.
I realy realy appreciate it. Thank you.

regards,
Oom kudalumping

Minggu, Mei 24, 2009

Boost Your Brain !!


Entah karena sangat perasa, romantis, atau bahkan tidak logis, saya adalah salah seorang yang sangat mudah terpengaruh dengan film-film yang pernah saya tonton. Salah satu yang ”lumayan” mengganggu pikiran saya sampai saat ini adalah film ”Race to Witch Mountain”. Itu bukan karena isi ceritanya secara keseluruhan, atau tekniknya, atau pemainnya (sama sekali bukan, karena semuanya masih sangat standar), tetapi ada salah satu adegan dimana salah satu tokoh alien dalam film itu mengatakan bahwa apabila manusia menggunakan seluruh kemampuan otaknya, maka mereka akan mampu melakukan hal-hal yang ”nyaris” supranatural seperti para alien itu, yaitu menjelajah galaksi, telepati (membaca pikiran orang), kemampuan berpindah tempat dalam sekejap mata (teleportasi) dll. Saya adalah orang yang percaya dengan hal itu.

Banyak literatur yang telah saya baca mengatakan hal yang sama. Dari dulu saya selalu percaya bahwa hal-hal yang orang bilang ajaib akan selalu bisa dijelaskan dengan logika.

Entah caranya bagaimana tetapi akan selalu ada orang-orang yang bisa melakukan hal-hal di luar nalar yang sebenarnya bisa dipelajari. Kuncinya cuma satu : maksimalkan kinerja otak Anda !!

Otak adalah bagian paling ajaib/paling indah/paling mutakhir/paling berkualitas dari tubuh kita. Seluruh kemajuan peradaban manusia, mulai dari ditemukannya tulisan sampai dengan teknologi kloning atau penjelajahan luar angkasa adalah hasil dari aktivitas otak manusia. Yah paling tidak kita bisa menyimpulkan sehebat apa sang pencipta otak itu sendiri. Dia lah Tuhan! Sang pemilik ruang dan waktu.

Sebagai kreasi Tuhan yang Maha Sempurna, otak manusia bukan hanya seonggok ”daging lunak kelabu” dengan berat 1,75 kilogram. Lebih dari itu di dalamnya terjadi aktivitas yang luar biasa sangat amat rumit sekali.

Itu karena otak manusia memiliki lebih dari 100 triliun (sumber lain mengatakan ”hanya” 1 triliun) neuron (sel otak) dimana semua instruksi otak diberikan dalam bentuk gelombang listrik. Gelombang listrik ini melaju dengan kecepatan lebih dari 400 km/jam (250 mph), yang dapat menghasilkan daya listrik untuk menyalakan sebuah lampu pijar. Otak menghabiskan banyak energi dibandingkan organ tubuh lainnya, membakar habis hampir 1/5 dari asupan makanan yang kita makan.

Saking banyaknya jumlah sel otak kita, maka jika kita membariskannya, sel-sel otak itu bisa mencapai bulan dan kembali lagi ke bumi (jarak bumi ke bulan adalah sekitar 384.000 km). Makna dari jumlah ini sangat luas, bahkan jika setiap sel hanya dapat melakukan beberapa operasi mendasar. Tetapi jika semua sel otak tersebut penuh daya, maka jumlah itu akan membawa para ilmuan ke dalam realisme yang nyaris supernatural!

Pertanyaannya :”Bagaimana cara untuk memaksimalkan kemampuan otak kita agar dapat menghasilkan kebaikan bagi umat manusia?”

Mari kita mulai dengan penjelasan yang sederhana. Orang awam akan mengatakan bahwa otak terdiri atas dua bagian, yaitu otak kiri dan otak kanan. Masing-masing bagian otak itu (korteks serebral), memiliki tugas yang berbeda. Tugas otak kanan antara lain irama, kesadaran ruang, imajinasi, melamun, warna, dimensi, dan tugas-tugas yang membutuhkan kesadaran holistik atau gambaran keselutuhan. Sedangkan otak kiri bertugas untuk memahami kata-kata, logika, angka, urutan, dan analisis.

Istilah-istilah populer yang mewakili kegiatan belahan kiri otak adalah ”akademik”, ”intelektual”, dan ”bisnis”. Sementara otak kanan terwakili dengan istilah ”artistik”, ”kreatif”, dan ”naluriah”.

Apa yang masih jarang kita ketahui adalah bahwa kedua bagian otak itu saling mempengaruhi satu sama lain dan bisa di-upgrade seumur hidup. Apabila ada orang yang lemah di satu bidang otak, maka akan bisa diperbaiki dengan melakukan latihan tertentu, dan ajaibnya lagi satu bagian otak lainnya juga akan meningkat kemampuannya!.

Di Inggris anak usia TK yang berkemampuan membaca di bawah rata-rata, dapat mengejar teman-teman mereka yang di kelompok rata-rata sesudah mereka diperkaya dengan pelajaran musik tambahan, mereka belajar bernyanyi dalam sebuah kelompok melalui latihan ketepatan nada dan irama disertai dengan latihan kepekaan emosi, sebuah program yang sangat berstruktur dan dapat dinikmati anak-anak.

Universitas-universitas di Jepang banyak yang mempunyai orkes symphony sebagai kelanjutan dari pelajaran musik yang mereka terima di tingkat SD, SLTP dan SLTA, dan yap, kita tahu sendiri khan kemampuan teknologi bangsa Jepang?

Apa yang terjadi di Indonesia?

Sangat disayangkan, sistem pendidikan kita memiliki kecenderungan untuk lebih memilih keterampilan-keterampilan ”otak kiri”, seperti matematika, bahasa, dan ilmu pengetahuan—daripada seni,musik, dan pengajaran kemampuan berpikir, terutama keterampilan untuk berpikir kreatif. Ketika kita hanya berfokus pada setengah bagian otak, sistem pendidikan kita hanya menciptakan orang-orang yang setengah pintar.

Saya sangat sedih ketika para orang tua bangga terhadap anak kecil mereka yang baru berumur tiga atau empat tahun sudah bisa membaca, berhitung, atau menulis. Karena bagi saya hal itu sudah terwakilkan dengan kalkulator atau pun teknologi yang lain. Bagi saya anak-anak kecil seharusnya ya bermain dengan riang gembira dan tidak disibukkan dengan banyaknya PR atau pun uji ketangkasan yang nyaris hanya ajang untuk pamer bagi para orang tua. Tidak lebih.

Kesadaran untuk mengenal kemampuan otak dengan lebih baik secara tidak langsung akan membawa bangsa ini ke arah yang lebih jelas. Dengan terciptanya generasi yang memiliki kemampuan otak seimbang yang dihasilkan oleh sistem pendidikan yang benar, maka segala masalah rumit bangsa kita pasti akan terselesaikan!

Terselesaikannya masalah lumpur Lapindo, kemisikinan yang akut, angka kriminalitas yang tinggi, kelangkaan bahan pangan (secara sebagai negara agraris, kita masih banyak impor bahan pangan), ketersediaan lapangan kerja, pendidikan yang merata, sarana transportasi yang aman, sarana kesehatan yang memadai dan proses administrasi negara yang amburadul, akan bisa terselasaikan dengan rangkaian penemuan teknologi mutakhir dari anak-anak bangsa yang telah dibantu untuk memaksimalkan kinerja anugerah terindah yang pernah Tuhan berikan : Otak kita ! Caranya? Perbaiki sistem pendidikan kita dulu, itu saja cukup!

Rabu, Mei 13, 2009

Penting Gak Penting


Sekitar sebulan yang lalu saya dengan kalap membeli 19 buku bacaan sekaligus dari sebuah jaringan toko buku terkemuka yang sedang meluncurkan program diskon. Tiba di rumah, kakak saya comment dengan bertanya : ”Penting gak siy oom?”.

Simpel memang komentarnya, tapi dalam ternyata maknanya, karena saya baru merasakan efek samping dari perbuatan kilav saya itu sebulan kemudian. Yaitu budget yang ancur-ancuran gara-gara jatah budget bulan current terpaksa terpakai untuk menutupi defisit bulan lalu yang saya gunakan untuk membeli buku-buku tersebut. Kenyataannya sampai saat ini belum ada 25% pun dari 19 buku itu yang telah selesai terbaca, bahkan banyak yang masih rapi terbungkus plastik segel-nya.

Pengalaman ini membuat saya berpikir kembali tentang skala prioritas. Hal yang sudah sejak dari dulu diajarkan oleh ayah saya. First thing first, my son ! Ada beberapa hal di dunia ini yang penting, tetapi lebih banyak lagi hal yang tidak “terlalu” penting.

Merasa penasaran dengan semua hal menurut saya memang penting, maka saya tertarik untuk membeli ke19 buku tersebut (padahal tiga hari sebelumnya saya juga membeli empat buku baru di toko yang sama – Struggling to Surrender, Make Over Your Blog, Kisah Walisongo & Syekh Siti Jenar dan Biang Penasaran), tetapi yang lebih penting adalah menyadari kemampuan intelektualitas pribadi (maksud saya adalah kecepatan daya baca, misalkan 10 halaman per menit), dan kemampuan finansial diri sendiri. Kalau memang buku-buku itu membuat Anda mati penasaran kalau tidak membacanya dalam jangka waktu 1 x 24 jam, maka bisa dianggap penting, tetapi kalau tidak, lupakan saja dulu. Anda bisa membelinya lain kali, atau mungkin suatu saat seseorang akan berbaik hati dengan meminjamkannya secara gratis kepada Anda. Sederhana khan?

Itu hanya contoh kecil saja dari pengalaman saya. Masih banyak lagi hal lain dari kehidupan kita – yang kalau kita mau berhenti sejenak dari rutinitas dan melihat ulang dengan seksama, maka kita akan banyak menemukan pelajaran itu. Kita bisa berpikir ulang sebelum melakukan suatu tindakan. Karena sesal kemudian tiada guna kata pepatah.

Bekerja dengan tekun memang penting, tetapi menjadi terlalu serius tidaklah penting. Berusaha mencari inspirasi dengan merokok mungkin penting, tetapi kalau paru-paru dan kejantanan menjadi taruhan (lihat peringatan pemerintah tentang merokok), maka hal itu menjadi sangat tidak penting. Beranggapan politik itu kejam mungkin penting, tetapi menjadi apolitis adalah tidak penting.

Menjadi fanatik itu penting, tetapi kalau tanpa alasan dan penjelasan yang logis, maka menjadi tidak penting. Selalu mengikuti kegiatan sosial dan arisan mungkin penting, tetapi mengikuti banyak pengajian untuk memperkuat akidah dan keimanan adalah lebih penting. Berharap karyawannya menjadi cerdas dan kreativ jelas pasti penting, tetapi menaikan standar gaji mereka agar terlihat lebih bersemangat dalam bekerja adalah jauh lebih penting, heee....yang terakhir ini bukan curhat yak :”b

Hidup itu harus memiliki tujuan. Kesadaran untuk melihat skala prioritas akan membantu kita melihat lebih jelas lagi apakah hal-hal yang sudah, sedang dan akan kita lakukan itu relevant dengan tujuan akhir kita di dunia? Kalau tidak, bisa kita anggap hal itu tidaklah terlalu penting.

Saya tidak mengatakan bahwa hal-hal kecil itu tidak penting. Karena kita tidak pernah tahu butiran nasi mana yang akan membawa berkah bagi tubuh kita (ini adalah istilah sufi kelas tinggi bro..yang artinya kira-kira jangan terlalu meremehkan hal kecil lah). Tetapi sekali lagi, hal-hal kecil itu bisa menjadi penting dan tidak ”terlalu” penting. Pintar-pintar kita lah menyesuaikan dengan kondisi diri. Siapa sih yang lebih mengenal diri kita sendiri sebaik kita sendiri? Halaah bingung khan? Sama, hee,,,. Ya sud, segini aja dulu yak, dah ngantuk saya, tadaah...(jadi teringat seorang teman yang dah lama tak ada kabarnya, dia sering mengucapkan kata ”tadaah” ini dengan mesra, halaah...penting ya Mas?)

Rabu, April 29, 2009

Hikayat The Kambingers - part 1


Al kisah di kantor tempat dimana saya bekerja ada sekumpulan makhluk aneh yang biasa saya sebut “The Kambingers” (sounds cool, brother?). Mereka adalah teman-teman saya (termasuk juga saya sendiri-i am a friend to myself) yang sangat doyan dengan yang apa namanya “ngambing”. Apa itu? ”Ngambing” berasal dari kata dasar kambing yang mendapat awalan ”nge-” jadinya ”NgeKambing”, karena alasan redaksional, maka huruf ”k” nya lebur dan menjadi ”Ngambing”.

”Ngambing” adalah serangkaian aktivitas sosial masyarakat Indonesia yang sudah ada sejak jaman dahulu kala dimana beberapa orang (biasanya laki-laki) berkumpul di satu warung kambing, kemudian mulai memesan sop kaki kambing, sate kambing, gulai kambing atau menu kambing yang lainnya kemudian saling bertukar pikiran dan akhirnya makan kambing bersama (jangan dibalik, nanti menjadi makan bersama kambing). Betapa sebuah kebersamaan yang tiada tara.

Kami, para ”kambingers”, telah menjelajah berbagai wilayah rawan kambing di Jakarta. Dari Tebet sampai BSD, maupun Melawai sampai Pasar Minggu. Di wilayah-wilayah itu terdapat beberapa ”kambing center” yang biasa kami kunjungi untuk melakukan ritual ”ngambing”. Karena ini adalah sebuah aktivitas sosial, ajang berkumpul bersama, tentunya banyak yang biasa kita bahas di pertemuan antar penggemar kambing tersebut. Di antaranya masalah keseharian di kantor, masalah politik, ekonomi, rumah tangga (kayak dah ber-rumah tangga aja Mas..) atau pun sekedar bergosip ria. Banyak hal yang bisa kami dapatkan dari ajang ”obrolan santai” seperti itu, misalnya bisa saling mendukung satu sama lain (the brotherhood of men), update informasi terbaru, dan me-refresh point of view kami dari cerita-cerita pengalaman teman sesama the kambingers. Membuat (otak) kami semakin berisi.

Sekarang tibalah acara puncak dari ritual ”ngambing” ini. Apakah itu? ya makan kambing. Biasanya kami akan memesan sop kaki kambing dengan racikan personal (suka-suka yang mau makan) yang berbeda-beda. Misalkan, teman saya ada yang suka banyak kaki kambing ada yang tidak, ada yang suka otak ada yang suka daging, ada yang suka torpedo ada yang suka jeroan kambing. Bebas saja, toh ini ajang melatih demokrasi juga. Apa yang biasanya kami komentari bersama adalah efek samping setelah makan sop kambing nantinya.

Sebagian besar dari kami percaya bahwa daging kambing-atau bagian dari kambing yang lainnya- akan membawa efek kebangkitan gairah seksual. Entah bagaimana ceritanya, daging kambing dipercaya mempunyai kemampuan aprodisiak ini. Yang jelas anggapan itu sudah lama berkembang di masyarakat.

Tentu saja hal ini sempat membuat sebagian dari the kambingers yang masih perjaka (termasuk saya) merasa khawatir. Khawatir tidak sanggup menahan gejolak. Entah itu karena mitos yang sudah sangat mengakar sehingga mempengaruhi sugesti kami, atau karena hal itu memang benar (tentang efek aprosidiak kambing), tetapi saya pribadi sempat merasakan peningkatan hasrat secara signifikan. Ujung-ujungnya kami harus ”menderita” semalaman karena tidak bisa ”tidur” (adult content sentence).

Tetapi lepas dari itu semua ( bahaya laten aprosidiak kambing), kami tetap mencintai kambing. Bagi kami bukan rasa nikmat daging dan kuahnya yang penting, tetapi rasa kebersamaan yang selalu bisa terjalin di antara sesama. Selama masih ada warung kambing yang berdiri di muka bumi ini, maka kami akan terus menjelajah untuk menemukan tempat-tempat ngambing baru yang bisa dikunjungi. Bagi kawan-kawan yang ingin bergabung, kami selalu membuka diri, with arms wide open. Karena kami bukan organisasi eksklusiv,terbatas atau pun elit. Kami hanya sekumpulan anak manusia yang menyadari betapa pentingnya nilai-nilai keberasamaan dan berusaha menjaganya agar selalu tetap hangat. Seperti semangkuk sup kaki kambing Bang Irwan di Melawai (saya Kamis nanti bisa ngambing gratis ya bang, karena warung kambing abang sudah saya iklankan, hee....). To Be Continued...

Rabu, April 08, 2009

It Takes Some Cold to Know The Sun

Suatu ketika saya pernah bilang kepada salah seorang teman bahwa hidup saya mulai membosankan karena tidak pernah menghadapi suatu masalah yang “cukup serius”, dengan cepat dia menimpali bahwa saya tidak seharusnya berkata seperti itu, karena khawatir “dianggap sombong”, lalu pengharapan saya untuk memperoleh masalah yang cukup berat tersebut akan diaminkan oleh malaikat (be carefull with what you wish for kalo kata pepatah). Saya pun segera menarik kata-kata saya dan mohon maaf kepada Tuhan atas kesombongan saya. Padahal maksud saya sebenarnya bukan itu (untuk menjadi sombong).


Saya hanya merasa khawatir kalau-kalau saya mulai kehilangan kepekaan terhadap lingkungan, terhadap orang lain dan terutama terhadap diri saya sendiri. Saya khawatir bahwa saya akan menjadi terlalu egois (saudara saya mulai protes tentang rasa selfish saya yang sudah mulai keluar) dan menjadi tidak peduli lagi dengan perasaan apalagi penderitaan orang lain.


Terbayang kembali beberapa potongan masa lalu saya yang kalau saya ceritakan kepahitannya maka akan menjadi paling tidak satu tetralogi novel yang akan laris di pasaran (maksudnya pasar malam – laris kertas novelnya menjadi bungkus kacang rebus). Tetapi, masa-masa sulit itu benar-benar bisa membangkitkan ”kekuatan” mental saya sehingga bisa mampu merasakan hidup yang sebenarnya – yaitu satu rangkaian perjuangan dan masa istirahat sejenak untuk kemudian kembali berjuang mengatasi berbagai masalah.


Saya benar-benar bisa merasakan bagaimana rasanya menjadi bahagia ketika hujan reda sehingga dapat pergi ke luar dan bermain istana pasir di pantai (ini hanya istilah, silahkan direnungkan sendiri maknanya).


Akan tetapi bagaimana pun juga perkataan teman saya di atas ada benarnya juga – kita tidak boleh sombong. Paling tidak kalau saat ini saya merasakan ada kemunduran dalam ”perjuangan” saya, itu bisa menjadi satu alasan yang tepat untuk merenungkan ulang tindakan-tindakan saya dan tetap bersyukur atas kenyamanan yang saya nikmati saat ini.

Titip Doa
Seorang teman saya yang lain dan seorang saudara dekat saya saat ini sedang berjuang dengan keras untuk bisa melewati masa kritis dalam hidupnya (dengan tanda petik untuk teman saya dan tidak dengan tanda petik untuk saudara saya). Mereka sedang mendapat cobaan. Kesulitan-kesulitan yang beruntun. Semoga mereka mendapat nilai ujian yang bagus-meski menurut saya nilai tidak penting- dan dapat mengabarkan kepada saya apa kiat-kiat agar bisa lolos ujian. Amiin.. Be strong my brothers! It takes some cold to know the sun!

Kita semua akan dapat menikmati hidup ketika makna perjuangannya (kesulitan-kesulitan yang menyertai) bisa kita resapi dalam-dalam. Saya selalu respect dengan orang yang rela meninggalkan kenyamanan yang dia miliki dan mendedikasikan hidupnya untuk sesuatu yang dianggapnya bermakna. Karena saya sendiri belum bisa seperti itu, meski kadang terlintas di pikiran : bagaimana kalau gaji saya full satu bulan saya serahkan sepenuhnya kepada sebuah yayasan yatim piatu, panti jompo, atau rumah-rumah singgah anak jalanan dan saya hidup selama sebulan itu dengan seadanya saja?

Hmm,,maybe akan menjadi kembali menarik dan berwarna hidup saya. Tetapi ada dua masalah yang mungkin akan menjadi pertimbangan saya ketika akan melakukan hal itu.

Pertama, sepertinya gaji sebulan saya tidak akan banyak memberi keringanan kepada yang menerima (karena telah terpotong banyak cicilan wajibnya), dan yang kedua adalah kata teman saya kita tidak boleh sombong terhadap hidup, hee....bilang aja dikau pelit Mas!

Minggu, April 05, 2009

Strong Character Inside of You

Lama saya pandangi pajangan kalimat motivasi yang dipasang pada salah satu bagian tembok ruang kantor saya - tulisan itu sudah ada di tempat yang sama sejak berbulan-bulan yang lalu. Kalimatnya berbunyi : Knowledge Is Power, But Character Is More. Itu adalah kalimat yg digaungkan oleh founder dari perusahaan tempat di mana saya bekerja.

Sekilas kalimat itu mudah untuk dipahami. Intinya tentang pentingnya bagi kita untuk memiliki karakter yang kuat, tentunya tanpa mengesampingkan peranan ilmu pengetahuan, karena pengetahuanlah yg akan menerangi hidup kita, membongkar mitos dan tentu saja bekal bagi kita dalam mengarungi samudera kehidupan ini.

Tapi apa makna kata karakter yang kuat itu sendiri? Apakah ada orang yang berkarakter lemah atau bahkan tidak punya karakter sama sekali? Kira-kira sama tidak antara arti kata watak dengan karakter? Sayang sekali saya tidak memiliki Kamus Besar Bahasa Indonesia untuk mencari perbedaan maknanya. Tapi saya pernah mendengar dari siaran radio yang mengatakan bahwa watak adalah ”sifat bawaan” dari lahir (means berhubungan dengan faktor-faktor genetis dsb), sedangkan karakter adalah sifat manusia yang bisa dibentuk melalui pendidikan dan segala hal yang terjadi selama hidup dia (jadi lebih kepada pengaruh lingkungan sosial dan pengalaman hidup pikir saya).

Seseorang yang memiliki karakter kuat akan menguasai dunia !! Mungkinkah?

Pentingkah bagi kita untuk dapat memahami karakter orang lain? Apalagi sebentar lagi kita ”diwajibkan” untuk memilih secara langsung pemimpin masa depan negara ini. Apa yang kita pikir paling penting dari kualifikasi personal yang harus dimilikinya? Tentu saja karakter. Maka dalam hal ini saya menyamakan karakter dengan wibawa. Pemimpin yang berwibawa yang harus sama-sama kita pilih untuk membawa negara ini ke arah yang lebih baik. Pemimpin yang bisa mengatakan tidak bila hati nuraninya berkata tidak dan pemimpin yang mampu menjaga martabat bangsa Indonesia di mata dunia.

Kembali ke masalah karakter.

Apa saja kira-kira ciri orang yang memiliki karakter yang kuat itu? Bagi saya orang yang memiliki karakter yang kuat adalah orang yang benar-benar memahami dirinya sendiri. Dia yang telah menemukan jati dirinya (pencarian panjang seorang lelaki sejati! – menemukan jati diri). Dia telah menjadi sangat solid. Auranya menunjukan hal itu. Pasti Anda pernah bertemu atau berbicara dengan orang yang seperti ini. Mereka tidak pernah berusaha menarik perhatian karena mereka lah pusat perhatiannya. Mereka terlihat berbeda dengan orang kebanyakan, tetapi mereka tidak memedulikannya. Orang yang berkarakter kuat akan menunjukan moral yang baik, sopan, terlihat selalu menguasai keadaan, penuh perhatian dan tidak membedakan perlakuan terhadap orang lain.

Lalu, apa saja yang perlu kita pelajari agar dapat memiliki karakter yang kuat itu?

Menurut saya kita tidak perlu mempelajari apa-apa untuk mendapatkan karakter yang kuat. Kita tidak perlu ke mana-mana. Cukup dengan mengenali diri kita dengan baik dan menyelaminya sedalam mungkin, mendengarkan setiap kata hati, dan melakukan apa yang menurut hati kita benar, maka kita sudah menjadi orang yang berkarakter kuat. Hati Anda tidak pernah salah ! Percaya saya!

Ya, mungkin pelatihan dan pendidikan sedikit diperlukan untuk menggali diri kita lebih dalam. Kita dapat membacanya dengan cepat. Tetapi proses penemuan jati diri itu yang bisa memakan waktu cukup lama karena memerlukan kebulatan tekad dalam mendengarkan setiap kata hati. Kita harus siap berkonfront dengan kemauan otak, melawan keadaan yang tidak bersahabat dan mungkin orang-orang juga di sekitar kita. Ketakutan banyak orang akan kehilangan sesuatu ketika dia berusaha mendengarkan kata hatinya yang akan menyebabkan mereka menjadi ”bermuka dua” alias plin plan. Orang akan menyebutnya sebagai orang yang tidak memiliki karakter. Nah, jadi semakin jelas di sini bahwa untuk menemukan karakter diri dibutuhkan suatu pengorbanan.

Berita baiknya, sebagaimana yang disebutkan di atas bahwa karakter itu bisa dibentuk dan ditemukan (dalam kaitan perbedaan makna dengan kata watak), maka setiap kita bisa memiliki karakter yang kuat itu. Tidak peduli keturunan siapa kita ini. Keturunan raja-raja pun bisa menjadi seorang pecundang ! Sebaliknya rakyat jelata seperti kita kalau sudah memiliki karakter yang kuat maka apa pun jadi. Menjadi orang sukses, banyak teman dan sahabat, kepuasan hidup karena telah mengikuti kata hati dan keuntungan-keuntungan lainnya.

Oleh karena itu menurut saya pencetus kalimat bahwa karakter itu lebih penting dari pengetahuan pastinya sudah memikirkan hal ini sebelumnya. Bahwa kalau saja, apabila, seandainya, setengah dari karyawannya memiliki karakter yang kuat, maka perusahaannya bisa merajai bisnis dan tidak akan goyah oleh terpaan badai krisis apa pun, sampai kapan pun !

Maka, marilah mulai sekarang kita gali lebih dalam lagi diri kita untuk menemukan jati diri yang mungkin lama terkubur oleh pengaruh modernisasi yang mengikis nilai-nilai adat dan moralitas, hedonisme yang sudah menghancurkan kearifan personal dengan membuat kita hanya memperhatikan kepentingan dan kesenangan sesaat saja. Hidup ini harus memiliki arti. Jangan sampai ketika kita meninggalkannya tidak ada seorang pun yang akan mengenang kita atau bahkan sadar bahwa kita pernah ada karena kita adalah seorang yang plin-plan! Ubah hidup Anda dengan mendengarkan kata hati Anda! Ambil konsekuensinya! Nurani tidak pernah berdusta! Each of you have a strong character within. It is inside your heart.

Selasa, Maret 24, 2009

Recess Period For Your Bussy Mind

This is my first time to write down my post without a draft/concept. Let me try..

Delapan hari menjalani masa recess dari rutinitas pekerjaan sehari-hari lumayan berkesan bagi saya. Setidaknya pikiran tidak lagi terjejali ( untuk sementara waktu ) dengan beragam hitungan angka, kertas-kertas, dan sistem yang mau tidak mau akan membuat kita merasa menjadi seperti "robot" dari jam 8 pagi sampai jam 5 sore. Tapi itulah hidup, kalau kita masih butuh uang, maka kita wajib kerja. Sudah seperti hukum alam saja. Tapi begitulah resiko hidup di jaman modern ini. Semua kebutuhan "diukur" dan "dinilai" dari kertas dan logam yang memiliki ragam gambar dan bentuk tertentu dan berlaku di mana-mana yang kita sebut UANG. Beruntungkah manusia purba yang tidak mengenal uang? Karena mereka tidak pernah berurusan dengan "sumber dari segala sumber masalah" di dunia ini? Nanti kita tanyakan bersama pada rumput yang bergoyang.

Back to my recess period.
Delapan hari adalah rentang waktu yang tidak pendek bagi kita yang bekerja dari Senin ke Jum'at atau bahkan yang bekerja dari hari Senin ketemu Minggu atau istilahnya 'eight days a week' seperti lagunya The Beatles. Maka dari itu delapan hari tersebut saya usahakan benar-benar untuk sejenak melupakan beban pekerjaan yang menggelayuti kita setiap harinya. Saya mulai dengan tidur malam dan bangun siang (maksud saya melek mpe Subuh dan tidur lagi setelah sarapan pagi). Sungguh suatu hal simpel yang menyenangkan. Betapa tidak?saya yang biasanya ngantuk di kantor pada jam-jam 10an akhirnya bisa melampiaskannya dengan leluasa. Saya bisa tidur with a smile on my face karena membayangkan teman-teman yang sedang melawan hasrat kantuk dengan terpaksa meminum kopi pahit karena kewajiban bekerjanya. Waah,puas sekali saya. What a life! Anda harus mencobanya.

Yang ke dua adalah, menikmati perjalanan jauh. Cuti memberikan saya waktu untuk memenuhi salah satu 'kebutuhan psikis' seorang pria sejati,yaitu menemukan jati diri dengan melakukan perjalanan jauh sendirian dan bertemu dengan orang-orang yang tidak dikenalnya sepanjang perjalanan. Hal ini penting dalam me-review sudut pandang kita dan me-refresh pikiran dari dampak gaya hidup di kota besar yang kata banyak orang bisa membuat orang stress. Ada hal-hal baru yang selalu saya temukan dari sejenak menjadi seorang 'lone adventurer'. Lain hari akan saya ceritakan kepada Anda. Yang jelas, teori saya tidak asal-asalan mengenai 'lone adventure' ini, Anda bisa membaca bukunya Richard Carlson yang berjudul "Don't Sweat Small Stuff For Men". And trust me,it works!

Terakhir dan yang terpenting adalah saya bisa mengunjungi saudara-saudara dan teman-teman lama untuk sekedar berbagi cerita. Surprise, saya selalu mendapatkan lebih, yaitu support batiniah yang priceless dari pertemuan saya dengan orang-orang itu. Seperti saat saya menceritakan kemalangan yang saya dapatkan, mereka selalu menghibur dengan sangat baik. Sangat membantu saya untuk selalu bangkit dari keterpurukan. Friends in need are friends indeed, friends with tears are better.

Jadi, dari waktu-waktu kita terbebas dari rutinitas itu kita bisa memperoleh kualitas kehidupan yang lebih baik, sebagai bekal kita untuk sebelas bulan pertempuran selanjutnya. Kesimpulannya: CUTI ITU PENTING, JENDERAL! Saran saya,kalau Anda ingin merasakan cuti yang bermanfaat lebih lakukanlah perjalanan jauh dan temui keluarga. saudara dan teman jauh Anda. Kalau tidak punya, dekatilah saya, siapa tau kita bisa jadi keluarga. Saya 'jadian' dengan kakak atau adik perempuan Anda bagi yang laki-laki. Atau,bagi Anda yang perempuan bisa menjadi 'calon' saya dan berkesempatan punya banyak saudara di luar kota,hee... Mulai sekarang jadwal ulang 'kalender kerja' Anda. Prioritaskan cuti. Istirahatkan pikiran sibuk Anda. Semangat!

Jumat, Maret 13, 2009

C'est la Vie !

“One of our captains has left the ship !! What should we do..what should we do? “, today we’ve been faced such a big lost, but what should we feel actually?

Hidup menawarkan jutaan kemungkinan, ribuan kesempatan dan keadaan yang selalu berubah. Tak ada yang abadi kecuali perubahan itu sendiri kata pepatah. Salah satu reaksi yang disebut perasaan kaget pasti akan selalu muncul ketika suatu perubahan telah atau sedang terjadi terhadap hidup kita dengan segala hal yang terkait di dalamnya – itu hal yang wajar. Yang tak wajar adalah sikap berlebihan yang bisa membuat kita terlena, padahal saya yakin bukan itu reaksi yang diharapkan oleh orang yang membuat suatu perubahan yang efek kejutnya cukup mempengaruhi sebagian hidup kita.

Kita ambil contoh.

Kalau Anda menonton suatu konser musik (group band Indonesia, katakanlah Padi dan Nidji), which one did you prefer much to see? Fadli yang kalo nyanyi anteng kayak patung atau Giring yang hyper-aktiv mirip pemain pantonim yang kesurupan?

Saya yakin akan lebih banyak yang memilih Giring Nidji? Kenapa? Karena dia jauh lebih dinamis daripada Fadli Padi yang statis. Itu lebih menarik untuk ditonton. Begitulah hidup, kalau hidup Anda ajeg/statis/gak banyak hal terjadi/gitu-gitu aja, pasti Anda akan merasakan kebosanan yang luar biasa. Percaya saya ( tapi jangan sampai menjadi musyrik ). Sebaliknya, Anda akan lebih banyak belajar, lebih banyak merasakan berbagai jenis emosi, dan menemui pengalaman-pengalaman yang sangat berharga bagi Anda kalau banyak terjadi perubahan dalam hidup, dan Anda bisa menyikapinya dengan benar dan bijaksana.

Apa kemalangan itu? dan apa kebahagiaan itu? Apakah kebahagiaan saya dan kebahagiaan Anda sama? apakah kemalangan selalu berkorelasi dengan penderitaan? Saya jawab sendiri : BELUM TENTU !.

Saya kemukakan sebuah cerita klasik China mengenai hal ini ( karena kapasitas memori internal saya terbatas, maka maafkan jika versi yang pernah Anda ketahui sedikit berbeda). Begini ceritanya, once upon a time in China ( mirip judul filmnya Jet Li ), hiduplah seorang laki-laki yang memiliki seekor kuda betina yang sudah dewasa, itu satu-satunya harta yang dia miliki. Suatu hari kuda betina itu lepas ke alam bebas dan berhari-hari tak kembali ke pemiliknya, si laki-laki miskin itu. Melihat hal itu, para tetangganya mengatakan bahwa laki-laki itu bernasib sangat malang, sang lelaki menjawabnya : belum tentu ! Ternyata benar, suatu hari pulang lah si kuda betina, tetapi tidak sendirian, kuda itu membawa empat ekor kuda jantan dari sabana yang mengikutinya dengan penuh nafsu binatang ( don’t mean to be rude, tapi memang hasrat seks kuda bisa kita sebut nafsu binatang bukan?). Mungkin kuda betina itu adalah kuda terseksi pada jamannya. Nah dengan begitu menjadi banyak lah kuda si laki-laki miskin itu. Maka para tetangganya bereaksi dengan mengatakan betapa beruntungnya laki-laki itu memperoleh empat kuda jantan dengan gratis dari alam bebas. Laki-laki menjawab : belum tentu, teman ! Benar saja, pada suatu sore saat laki-laki miskin sedang menunggangi kuda-kuda jantan itu, dia terjatuh dan patah kakinya ( no wonder, naik satu kuda aja susah, apalagi naik empat kuda bersamaan, hee...- pembaca yang kritis seharusnya menyadari kejanggalan cerita ini dari awal ).

Melihat hal itu, para tetangga bereaksi, mengatakan bahwa si laki-laki itu bernasib malang (sungguh tetangga yang tidak konsisten, tadi bilang beruntung,sekarang bilang malang dst). Tetapi laki-laki itu menjawab apa? Belum tentuuu...!! ( yap, seratus untuk Anda semua !!) Dan memang benar, suatu saat terjadilah perang besar di China dan hampir semua laki-laki dewasa yang berbadan sehat diharuskan ikut Wamil ( Wajib Militer ), kecuali si laki-laki miskin yang patah kaki ( kalau saya patah hati, halaah gak penting..) tersebut. Dia bebas wamil.Beberapa tetangga yang malas berperang tetapi tidak punya pilihan bilang betapa beruntungnya laki-laki itu. Dan lelaki itu bilang apa? Bilang belum tentuu oom...!! Hee...kali ini Anda salah pembaca, yang benar adalah laki-laki itu tersenyum dan bilang tentu saja saya beruntung dan keberuntungan saya akan lebih besar nantinya. Karena apa? Karena yang terjadi kemudian adalah : disebabkan kalah perang dan banyak laki-laki yang gugur di medan laga, maka pemerintah setempat membutuhkan laki-laki yang tersisa untuk ”take a holy responsibility for having sex” dengan banyak wanita dan janda kembang demi kepentingan negara!! Termasuk laki-laki tersebut. Ini yang dimaksud keberuntungan yang sebenar-benarnya. Saya pikir semua laki-laki akan berpendapat sama dengan saya,huehehe...

Dan selanjutnya terserah Anda bagaimana mengakhirinya, karena cerita ini bisa menjadi panjang sekali kalau saya yang bercerita, misalnya karena berhasil ”membuahi” banyak wanita dan berhasil melahirkan generasi baru di China, maka pemerintah memberikan award, kekayaan dsb kepada laki-laki tersebut, tetapi karena belum ada alat kontrasepsi pada jaman itu,maka laki-laki itu terkena PMS ( penyakit menular seksual ). Dan ”belum tentu – belum tentu” yang lainnya, misal : ternyata di China ditemukan sejenis jamur yang bisa menyembuhkan PMS, sehingga laki-laki itu gak jadi mati, kemudian dia menemukan cinta sejatinya, tapi kemudian cinta sejati itu kabur dengan laki-laki lain dengan membawa hartanya dsb dsb.

Stop.

Intinya, saya hanya ingin menyampaikan pesan moralnya bahwa : Apapun yang sedang dan telah terjadi terhadap hidup kita ( past present not simple continous tense) ini adalah suatu proses panjang yang terus bergerak, ini adalah dinamika kehidupan. Ini adalah hal yang wajar !! Anda belum bisa mengambil kesimpulan apapun. So, be strong my men !! C'est la Vie !! Beginilah hidup !!

Untuk mengakhiri postingan ini, mari kita simak lirik lagu Coldplay yang cukup menghibur kita. Judulnya Lost! (pakai tanda seru, kenapa? Gak tau, tanya aja Chris Martin kenapa lagu lost-nya memakai tanda seru).

” Just because I’m losing, doesn’t mean I’m lost”

“ Just because I’m hurting, doesn’t mean I’m hurt”

Dan saya yakin tidak ada siapa yang berniat menyakiti siapa, yang ada hanyalah sejuta kemungkinan yang selalu menanti di setiap detik hidup kita semua. Siapa saja. Tak terkecuali Beliau. Tak terkecuali Anda.

So long and good luck, Sir! We’ll miss you much !!

Senin, Maret 09, 2009

Long Road To Walk...

Hari ini, Minggu, 08 Maret 2009, adalah peringatan hari perempuan internasional. Berbagai acara dan demonstrasi terutama, digelar di berbagai kota di seluruh dunia termasuk Jakarta. Kali ini mereka (para demonstran perempuan) mengambil tema menggugat keterwakilan kaum perempuan dalam parlemen pada Pemilu 2009. Hal ini memang cukup mengusik karena dikhawatirkan dengan telah dibatalkannya pasal 214 UU No.10/2008 oleh Mahkamah Konstitusi, yang berisi tentang ketentuan nomor urut calon legislatif, maka keterwakilan setidaknya 30% suara perempuan di parlemen akan tidak dapat tercapai. Penentuan calon terpilih berdasarkan suara terbanyak dikhawatirkan akan dimanfaatkan oleh pihak-pihak dengan modal berlebih untuk melakukan pendekatan khusus kepada para pemilih agar suara mereka bisa terbeli.

Dalam kasus ini jelas kaum perempuan akan sulit mendapatkan tempat karena bisa dianggap mereka ”sudah tidak mendapatkan jatah” di parlemen apabila kesadaran masyarakat pemilih untuk mengutamakan memilih wakil rakyat yang terbiasa lebih banyak ”memakai kepekaan” dalam pengambilan keputusan-keputusan strategis kurang ada atau bahkan tidak ada samasekali. Semoga kekhawatiran ini tidak akan menjadi kenyataan. Bukannya saya tidak percaya dengan kaum sendiri, tetapi hanya para wakil rakyat berjenis kelamin laki-laki saja yang suka mangkir dari sidang, suka berkomentar ngawur, terlibat skandal moral, merokok dan baca koran di ruang sidang atau mungkin ”ketiduran” pas lagi rapat ( semalem habis begadang Pak?).

Ini hanya salah satu contoh perjuangan berat yang harus dihadapi kaum perempuan dalam memperjuangan pemenuhan hak-hak mereka dalam rangka persamaan ”perlakuan” (berasal dari kata dasar laku) dengan kaum laki-laki (kami sungguh tidak pernah bermasalah dengan hal itu). Masalah kesempatan kerja, jaminan kesehatan dan kesejahteraan sosial, pendidikan, pengakuan hak politik dsb masih menjadi isu berat yang harus terus diperjuangkan oleh para aktivis perempuan di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia (bersyukur akhirnya Arab Saudi yang terkenal ”kaku” terhadap kaum hawa telah menetapkan wanita pertama sebagai menteri pendidikan di negaranya – ini pertanda baik).

Indonesia adalah negara yang cukup disegani dalam hal demokrasi karena kaum perempuan cukup mendapatkan tempat di negara dengan penduduk mayoritas muslim ini, setidaknya itu kata Hillary Clinton (meski dalam Islam pun, kaum perempuan sudah dijamin hak-haknya – hanya intepretasi berlebih saja yang mengatakan kami membatasi gerak perempuan). Presiden kita pernah perempuan, menteri-menteri beberapa perempuan, sekitar 11% wakil rakyat sekarang perempuan dan untuk pertama kalinya dalam sejarah, pemimpin BUMN ada yang perempuan ( Direktur Utama Pertamina – Karen Agustiawan ). Khusus untuk Ibu Karen saya mendukung Anda dalam kasus dengar pendapat dengan DPR – EMS memang salah satu wakil rakyat yang tidak beradab, terlihat dari kata-kata kasarnya, sepertinya beliau selalu cabut dari sekolah pas ada pelajaran PMP dulu..,benar-benar payah!!( lho kok jadi saya yang emosi begini?).

Tetapi meski di tingkat atas kita bisa melihat perempuan bisa lebih mendapatkan tempat daripada di beberapa negara lain, kita juga harus tetap memasang mata kita pada banyak kasus di tingkat bawah yang masih ”memojokan” posisi kaum hawa yang seharusnya kita lindungi karena ketidakberdayaan mereka kerap dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab. Yang saya maksudkan di sini adalah woman trafficking atau perdagangan perempuan. Kasus yang sulit teratasi dari tahun ke tahun karena melibatkan jaringan mafia kelas kakap. Laporan UNICEF menyebutkan bahwa setiap tahun setidaknya ada lebih dari 100,000 perempuan dan anak-anak yang ”dijual” untuk tujuan commercial sexual exploitation (tidak tega saya menggunakan kata-kata dengan maksud yang sama dalam bahasa Indonesia). Baik di dalam negeri maupun diselundupkan ke luar Indonesia. Kurang ajar sekali para mafia itu.....

Singkatnya dengan peringatan hari perempuan internasional ini, saya berharap dan mengajak agar masyarakat pemilih lebih cerdas dan bijak dalam menentukan pilihan pada Pemilu Legislatif tanggal 9 April nanti. Relakan suara Anda untuk mendukung calon-calon wakil rakyat perempuan yang ”terlindas UU” di Pemilu mendatang, agar mereka tetap bisa mengisi setidaknya 30% suara rakyat di parlemen dan memperjuangkan nasib kaum mereka dengan lebih baik.

Saya pun berniat memberikan suara saya untuk mereka April mendatang. Bukan karena apa-apa, saya hanya suka saja dengan wajah segar salah satu calon legislatif perempuan yang terbawa-bawa angkot (sebagai salah satu media iklan kampanye), atau di spanduk-spanduk di pinggir jalan, huehee.......Setidaknya saya jujur :')

Rabu, Februari 18, 2009

Memahami Konsep Takdir

Ketika seseorang bertanya kepada Anda : “Apakah kamu percaya takdir?”, ”Sejauh mana kamu percaya takdir?”, ”Apakah pernah menyesali takdir?”, apa jawaban yang mungkin terlintas di pikiran Anda saat itu?

Sebagai orang yang beriman, Anda mungkin akan memberikan jawaban yang positif :”Ya, saya percaya dengan takdir”. Tapi apakah Anda benar-benar mengucapkannya dengan sepenuh hati? Sejauh mana Anda memahami kata-kata “percaya” itu?

Ketika saya menceritakan kegagalan saya dalam suatu hal kepada seseorang, maka dengan ringan dia akan mengatakan, “Itu sudah takdir Mas...”. Tetapi, kenapa jarang orang yang mengaitkan takdir dengan kesuksesan yang diraihnya? Apakah kalau saat ini Rupiah kembali terpuruk terhadap Dollar juga sebuah takdir? Kalau krisis ekonomi kembali mendera perikehidupan bangsa Indonesia dalam waktu dekat juga takdir? Putus cinta dengan calon istri atau suami juga takdir? Anda sedang berjalan terburu-buru kemudian menginjak kulit pisang dan jatuh hingga patah tulang adalah takdir juga?

Pertanyaan tentang takdir banyak dijawab dengan sekenanya, tanpa berpikir panjang, dan tanpa memahami bahwa apa yang diucapkan oleh seseorang mengenai takdir seharusnya diyakini sepenuhnya dan berasal hati yang terdalam.

Untuk meyakini takdir, Anda harus memahami dulu konsepnya. Sejauh mana takdir bisa mempengaruhi jalan hidup kita? Apakah takdir memang benar-benar kejam seperti kata Desi Ratnasari yang kemudian diprotes oleh MUI sehingga dikoreksilah syair lagu nya (dari ”takdir memang kejam tak mengenal perasaan” menjadi ”takdirku yang hilang” , bener gak tuh?). Apakah Anda benar-benar terikat ”kontrak mati” dengan apa yg biasa kita sebut takdir?

Kehidupan adalah murni rantai sebab dan akibat, suatu kejadian akan menyebabkan kejadian lain. Setiap akibat berawal dari suatu sebab dan akibat itu sendiri akan menjadi sebab dari kejadian yang lain. Demikian seterusnya. Anda percaya atau tidak percaya hukum alam akan berlangsung seperti itu. Tidak akan ada wilayah abu-abu.

Tapi siapakah sebenarnya yang menentukan takdir dalam kehidupan Anda?

Apabila takdir kita tuliskan dalam sebuah rumus, maka mungkin akan seperti ini:

F = (O + A) x t ,

dengan keterangan F = Fate (takdir), O = Opinion (pemikiran), A = Action (tindakan), dan t = time (waktu).

Takdir merupakan hasil paduan dari seluruh pemikiran dan tindakan kita dari waktu ke waktu, yang mencapai puncaknya pada detik ini, saat ini, sekarang ini. Sehingga takdir kita yang akan datang ditentukan oleh apa yang telah kita lakukan hingga saat ini, serta tindakan dan pemikiran kita hingga saat yang selanjutnya. Sejauh mana kita akan mengalir di masa depan nanti akan ditentukan oleh hasil dari keputusan kita sekarang dan keseluruhan akibat dari masa lampau.

Dalam bukunya, The Sufi Way to Self-Unfoldment, syekh Fadhala Haeri menggambarkan dengan baik tentang takdir ini. Beliau mencontohkan dengan analogi; misalkan saya sedang berada di sebuah rakit yang mengalir mengikuti arus sungai. Kecepatan gerakan rakit saya ditentukan oleh kecepatan arus sungai tersebut saat itu, katakanlah dua mil per jam. Saya berada di bawah kekuasaan sungai tersebut. Inilah kondisi saya saat ini. Ini adalah hasil dari tindakan masa lalu saya. Jadi, Anda dapat mengatakan bahwa nasib saya sudah ditentukan, bahwa tidak ada yang dapat kita lakukan , dan bahwa manusia tidak berdaya. Namun, kecepatan masa depan rakit saya didasarkan oleh kecepatan sungai saat ini, ditambah kecepatan yang dapat ditambahkan pada situasi itu, seperti dengan memasang motor tempel pada rakit tersebut. Jika saya dapat memasang mesin yang berkecepatan 10 mil per jam pada rakit tersebut,maka kecepatan rakit yang baru akan menjadi 12 mil per jam. Kecepatan yang baru berbeda dari dua mil per jam yang saya jalani ketika saya terapung di masa lalu, menjadi 12 mil per jam karena pemikiran dan tindakan saya untuk memasang motor tempel pada rakit tersebut.

Masa depan berada di tangan kita, dan akan ditentukan oleh tingkat keinginan kita untuk menjauh dari latar belakang atau lingkungan masa lalu kita, atau dari kecepatan yang kita jalani sekarang. Ia bukanlah situasi yang tak berdaya. Itulah konsep takdir.

Jadi, intinya ada pada pemikiran dan sikap kita. Dua orang bisa memiliki sikap yang berbeda terhadap satu hal yang sama. Baik dan buruk, kita sendiri yang menentukan.

Jadi Mas, kalau begitu Mas tidak percaya takdir?

Saya percaya bahwa saya adalah orang yang menentukan takdir saya sendiri.

“Do you believe in fate, Neo?”

“No. Because I don’t like the idea that I’m not in control of my life.”

( The Matrix )

Salam kudalumping !!